Selasa, 09 Mei 2017

Teknik Penyadaran Anak Usia Sekolah Yang Tidak Sekolah

Oleh : Faisal Riza Hasbullah, S.Pd I

Penyadaran berasal kata dari sadar, yang berarti menurut kbbi yaitu insaf, merasa, tahu, dan mengerti. Sedangkan untuk kata penyadaran memiliki arti diantaranya maksud proses, cara, perbuatan penyadaran. Pada penelitian terdahulu tentang pengaruh metode penyadaran dalam meningkatkan minat warga belajar keaksaraan yang dilakukan oleh Cucu Sukmana: Bandung. Penelitian tersebut menyebutkan langkah-langkah penyadaran telah dilakukan oleh tutor dari fase I yaitu kampanye kemampuan baca, tulis, hitung dan fase II kampanye pasca kemampuan baca, tulis memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap minat baca warga belajar keaksaraan. Dengan kata lain, penggunaan penyadaran memiliki dampak keberlangsungan warga masyarakat untuk beraksara semakin meningkat dan kemampuan tersebut bertahan lama.


Menurut Paulo Freire (1973) kesadaran masyarakat perlu ditingkatkan untuk bidang pendidikan supaya masyarakat mampu berkembang dan tidak senantiasa tertindas oleh penguasa. Dalam penelitian Muh. Dani Butar Butar : http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/1613 Paulo Freire menyatakan kesadaran berada pada tiga golongan, yaitu :

  1. Kesadaran magis yaitu keadaan yang tidak mampu mengidentifikasi penyebab masalah yang timbul dari luar faktor lain yang saling mempengaruhi.
  2. Kesadaran naïf yaitu kesadaran yang menganggap manusia sumber dari masalah
  3. Kesadaran kritis merupakan kesadaran yang melihat masalah timbul dari system dan struktur yang dibuat sebagai sumber masalah.


Penyadaran upaya meningkatkan peran serta anak usia sekolah tidak sekolah indikatornya diantaranya :
  1. Pemberian sosialisasi pada anak dan orangtua
  2. Terdata dalam pendataan anak usia sekolah yang tidak sekolah
  3. Keikut sertaan melanjutkan pendidikan formal, non formal
  4. Berperan aktif sampai tuntas pada pendidikan wajib belajar 
Hasil akhir dari penyadaran bertujuan agar anak usia sekolah yang tidak sekolah mampu memiliki kesadaran dalam melaksanakan dan menyelesaikan pendidikan wajib belajar sehingga bermanfaat pada diri sendiri dan lingkungan. Semakin meningkatnya peran serta masyarakat untuk menyadarkan anak usia sekolah yang tidak sekolah agar kembali lagi bersekolah maka terciptanya kerukunan, gotongroyong.
Bagi anak usia sekolah yang tidak sekolah bermanfaat adanya penyadaran mengikuti pendidikan dalam meningkatkan kualitas diri. Dampak pada lingkungan akan menghasilkan budaya pendidikan yang aktif mulai dari buaian sampai liang lahat.

Selasa, 02 Mei 2017

Hardiknas Momentum Pemerataan dan Peningkatan Mutu Pendidikan

Oleh : Faisal Riza Hasbullah, S.Pd I

Hari Pendidikan Nasional yang sering digelar dengan upacara disertai berbagai perlombaan menjadi kenangan tersendiri bagi setiap insan pendidikan. Menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kondisi disetiap daerah menjadi suatu keberhasilan penanaman akan pentingnya pendidikan disetiap daerah. Meski dengan kesederhanaan pengenalan dan pembiasaan untuk berpendidikan sejak dini melibatkan pendidikan anak usai dini, bisa menjaga kebiasaan pendidikan sepanjang hayat.
Semarak Hardiknas di BP PAUD DAN DIKMAS PAPUA
Perasaan untuk saling memberi ilmu pengetahuan perlu dikaitkan dalam setiap perayaan hari pendidikan nasional yang digelar. Upaya tersebut menjadi penting karena wilayah Indonesia yang terdiri dari kepulauan dan tersebar dari Sabang sampai Merauke membutuhkan manajemen pendidikan yang tepat. Jika saja masyarakat tidak memikirkan hal itu sejak usia dini dikenalkan, maka pendidikan hanya bertumpu didaerah yang dikatakan sudah ramai dan maju. Hasilnya disaat wilayah yang sudah maju pendidikannya akan semakin maju dan yang tertinggal pendidikannya maka semakin tertinggal. Kebutuhan Pendidik perlu diratakan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, bukan sekedar mengirim guru untuk menjalani beberapa waktu tanpa diberikan pendidikan dan pelatihan yang memadahi.
Guru yang memiliki peran sebagai faktor utama kurikulum pembelajaran, akan merasakan kehampaan disaat mendidik tanpa disertai suplai materi yang tepat dan terbaru. Jika yang diajarkan oleh guru yang berada dikawasan 3 T (Terluar, Tertinggal, dan Terdepan) tidak mengikuti jaman, alangkah malangnya anak yang didik sehingga kurang wawasan. Meski menggunakan media yang ada sesuai khasanah wilayah dalam menyampaikan materi, maka perlu adanya pembaharuan teknik mengajar yang lebih menarik dan inovatif. Sehingga dibutuhkan pertukaran pendidik dalam satu Wilayah Kesatuan Negara Republik Indonesia untuk meningkatkan peran serta kemajuan jaman dalam menyongsong pendidikan berkualitas dan merata.
Kebutuhan Pendidik disetiap daerah memang menjadi kendala ketika budaya dan sosial masyarakatnya di Indonesia beragam. Keberagaman yang ada di Indonesia banyak diwarnai dari kebiasaan yang menjadi pedoman didalam kehidupan bermasyarakat. Tradisi bagi beberapa suku di Indonesia yang terlepas dari orangtua merupakan anak yang hebat serta telah memiliki pekerjaan. Pendidikan menjadi sering terabaikan ketika kebiasaan dimasyarakat seperti itu orangtua belum tentu memberikan pemahaman berpendidikan yang tepat sehingga anaknya mau bersekolah. Sering ditemui ketika anak sudah bisa memcaba menulis dan berhitung itu cukup memberi bekal hidup. Sehingga terasa sulit jika pendidik yang sudah dipersiapkan ditenah masyarakat tidak diimbangi dari adanya kesadaran setiap keluarga untuk membimbing anaknya bersekolah. Memang seolah bukan sebatas didalam gedung akan tetapi indikator adanya lulusan dari suatu pendidikan perlu diukur secara akademis. Setiap anak memiliki banyak kompetensi unik maka perlunya diberikan masing-masing nilai sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki.
Logo Hardiknas ditahun 2017