Auto Biografi of My Honey

KELUARGAKU
Aku sangat bersyukur karena Allah menitipkan aku pada keluarga dan lingkungan yang baik. Aku adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Aku memiliki seorang kakak perempuan yang bernama Elis dan seorang adik laki-laki bernama Ibnu. Kedua orang tuaku telah berjuang keras membesarkan aku dan kedua saudaraku dengan baik. Mereka merawat, mendidik, dan memberikan kasih sayang yang berlimpah kepada putra-putrinya. Bapak dan Ibuk, terimakasih banyak atas segala limpahan perhatian dan cintakasihmu pada kami anak-anakmu. Semoga Allah memberkahi keluarga kita. Aamiin…
Aku dan keluargaku tinggal di sebuah desa kecil di daerah Tasikmadu yang masih berada dibawah Kabupaten Karanganyar Tenteram. Daerah Tasikmadu ini  terkenal dengan Pabrik Gulanya yang sampai sekarang masih eksis dalam produksi gula. Pabrik ini merupakan peninggalan orang-orang Belanda saat menjajah di Indonesia. Beberapa rumah penduduk yang berada disekitar pabrik ini juga sangat kental dengan gaya dan nuansa bangunan ala negeri kincir angin itu. Dari lokasi Pabrik Gula Tasikmadu hanya butuh sekitar sepuluh menit untuk sampai ke dusunku.
 Dusunku bernama Dusun Celengan. Unik kan?? Hehe.. Sampai sekarang aku juga tidak tahu kenapa nama dusunku Celengan. Mungkin saja dulu di dusun ini ada hewan celeng (babi hutan). Sayang sekali sejarah desa ini tak ada yang melestarikan, maka dari itu sampai sebesar ini pun aku tak tahu bagaimana sejarah dari dusun ini.
 Dusun ini tidak begitu luas. Didalamnya hanya ada tiga RT saja. Dusun yang kecil  ini dikelilingi lahan persawahan yang cukup luas. Maklum, kebanyakan penduduk setempat berprofesi sebagai petani. Hehe. Rumahku berada di deretan paling utara dari dusun Celengan ini dan menempati RT 01. Bapakku sendirilah ketua RTnya. Bapakku bernama Sutarto. Dulu beliau bekerja menjadi seorang penjaga sekolah di SDN 03 Kaling yang terletak berada di selatan dusunku. Namun kini beliau sudah pensiun. Aku sangat beruntung memiliki bapak yang baik seperti beliau. Meski bapakku memiliki jenis suara yang keras, namun bapakku bukanlah orang yang kasar. Bapak adalah seorang yang sabar, pekerja keras, jujur, pemaaf, murah hati dan suka menolong. Bapak jarang sekali mengeluh. Meski dalam keadaan sesulit apapun, bapak hampir tidak pernah berkeluh kesah.

Aku dan mbak Elis memiliki selisih umur 3 tahun dan memiliki selisih umur 8 tahun dengan si Ibnu. Saat itu si Ibnu mulai masuk SD, aku masuk SMP, dan si mbak masuk SMA. Pun saat aku lulus SMP dan si mbak lulus SMA juga berada di tahun angkatan yang sama. Aku tahu saat-saat itu biaya pendidikan aku dan saudara-saudaraku melonjak tajam dan sedikit banyak bapak dan ibuk pasti mengalami kesulitan. Namun mereka berusaha untuk tidak mengeluh dan memutus harapan putra-putrinya untuk terus bersekolah. Selain sabar dan tidak suka mengeluh, bapak juga orang yang suka menolong. Bahkan bapak rela berhutang untuk meminjami saudaranya yang membutuhkan. Kadang-kadang bapak sembunyi-sembunyi dari ibuk kalau memberi bantuan kepada orang lain atau kepada saudaranya karena jika ketahuan ibuk, pasti ibuk mengomel. Ibuk mengomel bukan karena tidak suka bapak berbuat baik, tapi terkadang bapak itu kalau memberi bantukan juga terlewat batas. Dirinya dan keluarganya saja lagi kesusahan, tapi malah memberi orang lain gak perhitungan. Bapak memang orangnya sering tak sampai hati jika melihat orang lain mengalami kesulitan. Dalam kesehariannya beliau terlihat sangat sederhana, namun bapak sangat bijaksana.
Lain bapak, lain pula dengan ibuk. Bapak dan ibuk memiliki selisih umur sepuluh tahun. Ibukku adalah seorang wanita yang cantik. Beliau bernama Suwarti. Meski sekarang umur ibuk sudah empat puluhan lebih, tapi masih terlihat cantik. Suatu ketika ada tamu yang mencari bapak, tapi saat itu yang menemui tamu adalah ibuk karena bapak sedang tidak ada di rumah. Si tamu itu mengira ibuku adalah anak sulung bapakku. Saat ibuk bercerita seperti itu, aku dan bapak  pun langsung tertawa geli. Si mbakku yang gondok mendengar cerita itu. Karena ia merasa ndak terima kalau ibunya masih kelihatan muda. Sering ketika si mbak dan ibuk pergi bareng, banyak orang yang mengira kalau mereka adalah kakak beradik. Itulah mengapa si mbak Elis ndak suka jalan-jalan atau bepergian bareng ibuk. Sungguh menggelikan perilaku kakaku itu.
Jika dibandingkann dengan ayah, ibu lebih cerewet, suka ngomel dan marah-marah. Apa semua ibu suka ngomel dan marah-marah??? Sungguh menyebalkan. Sering sekali aku di marahi ibuk. Aku akui sih, aku memang sering membuat ibuk marah. Aku sering malas melakukan pekerjaan rumah, ndak suka rapi-rapi, bahkan lebih sering membuat rumah jadi berantakan, bangun kesiangan, sholat mengulur-ngulur waktu, boros air saat di kamar mandi, lama kalau mandi dan juga banyak tidur. Itulah serentetan kelakuanku yang membuat ibuk tak henti-hentinya mengomel dan marah-marah. Tapi beginilah aku. Aku ini tipe orang yang tidak suka dipaksa, tidak suka dilarang, dan berbuat semau dan seinginku sendiri. Aku tak suka jika ibuk marah-marah padaku menyuruh nyuci atau ngepel misalnya. Namun saat mood dan suasana hatiku lagi bagus pasti tanpa disuruh pun aku kerjakan semuanya. Tapi sayangnya aku sering gak mood, alhasil hampir tiap hari aku harus rela kalau telingaku menjadi panas karena mendengarkan ibuk marah-marah atau ngomel. Sebenarnya aku juga ingin mengilangkan sifat-sifat burukku itu, tapi sulit sekali. Ntah sampai kapan sikap-sikap burukku itu bisa hilang. Ibu, maafin aku ya…. Sungguh bukan maksud hati ini untuk membuat engkau marah-marah. Tapi disisi lain anakmu ini juga ingin berubah dan membuang sikap-sikap buruk itu. Ketahuilah wahai ibuku, ini bukan hal yang mudah bagiku, jadi aku mohon bersabarlah menghadapiku.

Nama adalah do’a
Sabtu, 28 April 2012. Usiaku kini tepat seperlima abad. Genap sudah dua puluh tahun aku menghirup udara bumi ini. Berbagai adegan  kehidupan telah kulalui. Senang, sedih, bimbang, cemas dan takut silih berganti kurasakan. Waktu berjalan begitu cepat. Detik demi detik, hari demi hari, siang dan malam pun silih berganti terasa begitu singkat. Dua puluh tahun berlalu namun rasanya seperti baru kemarin aku lahir, baru kemarin aku masuk sekolah dasar, dan baru kemarin lulus SMP kemudian masuk SMA. Namun kini aku telah berada di bangku kuliah. Sungguh kini  aku telah semakin tua.
Bahagia, senang, cemas dan juga khawatir. Mungkin hal itu yang dirasakan orang tuaku -terlebih oleh ibuku- duapuluh tahun silam saat menanti kelahiranku. Bahagia karena menanti kelahiran buah hatinya namun juga cemas serta khawatir karena mengandung dan melahirkan bukanlah suatu perjuangan mudah. Hal tersebut merupakan perjuangan yang berat, bahkan nyawa yang menjadi pertaruhan.
. Aku tak tahu bagaimana keadaan saat aku dilahirkan. Menurut cerita bapak dan ibu, aku lahir dimalam hari pada saat listrik padam dan disertai hujan turun dengan lebat. Sesuai perkiraan, ibu akan melahirkan sekitar dua bulan lagi karena saat itu usia kandungan ibu baru memasuki tujuh bulan. Namun takdir berkata lain, tepat di hari senin malam selasa pahing tanggal 28 April 1992  sekitar pukul 23.35 WIB aku terlahir ke dunia ini.
Sungguh aku sangat berterimakasih pada kedua orang tuaku. Membayangkan saat-saat kelahiranku, sudah dipastikan bapak dan ibu benar-benar repot luar biasa. Bayangkan saja, aku lahir disaat yang belum seharusnya aku lahir, sehingga tak banyak persiapan yang dilakukan bapak dan ibuk. Saat itu juga listrik padam dan hujan begitu lebat. Kondisi ini membuat semakin sulit untuk membawa ibuk ke bidan maupun rumah sakit. Alhasil dengan bantuan dukun bayi di desaku dan peralatan seadanya akhirnya aku bisa lahir dengan selamat. 
Kebanyakan orang tua memberikan nama kepada anaknya sesuai dengan sejarah kelahirannya. Begitu juga orang tuaku, beliau memberiku nama Dyan Pratiwi. Bapak memberiku nama dyan karena saat itu aku lahir saat listrik padam, dan keadaan pun begitu gelap. Kata bapak, dyan itu dari kata dian atau dimar (teplok) artinya pepadang,, atau penerang. Sedangkan Pratiwi dirangkai dari tiga suku kata: pra yang berarti sebelum, hal ini karena aku lahir di saat yng seharusnya belum waktunya (premature); kemudian ti diambil dari suku kata terakhir nama ibuku, Suwarti. Dan wi diambil dari suku kata awal nama simbah kakung, Wito. Kata pratiwi juga dapat diartikan bumi. Dengan nama itu, mungkin bapak berharap kelak aku bisa menjadi orang yang bisa menerangi serta memberikan kemanfaatan untuk orang-orang yang ada di bumi, disekitarku.
Itulah filosofi dari namaku seperti yang diceritakan bapak. Tapi kata bulik -sebutan untuk saudara perempuan dari bapak atu ibu- ibuku member nama tersebut karena dulu beliau mengagumi seorang penyiar radio yang juga bernama dyan pratiwi. Terlepas dari apapun alasan mereka memberi nama tersebut padaku, yang jelas aku yakin bahwa setiap orang tua memberikan nama yang bagus dan indah kepada anak-anaknya. Begitu juga dengan orang tuaku, mereka memberiku nama yang baik dan dengan harapan yang baik pula. Dan yang terpenting, aku ingin bisa mewujudkan harapan mereka, itulah harapanku.

BAYI BOTOL
Setiap ibu yang baru melahirkan pastilah merasa bahagia dan senang luar biasa serta merasa ingin segera melihat dan memeluk bayinya untuk memberikan khangatan sang buah hati. Namun tidak dengan ibuku, kata bapak, setelah beberapa hari aku dilahirkan barulah ibu memeluk dan menyusuiku. Hal tersebut bukan karena ibu membenciku atau tidak menerima kehadiranku karena aku lahir sebagai bayi perempuan -karena ibu menginginkan bayi laki-laki setelah sebelumnya melahirkan kakakku yang juga perempuan tiga tahun sebelumnya-, namun hal itu karena ibuku belum berani menyentuhku. Kulitku terlalu tipis dan besar badanku hanya sebesar tangan bapakku. Saking tipisnya kulitku saat itu, bahkan ada yang mengatakan dulu aku terlihat seperti cindil (bayi tikus) yang baru lahir.
Mungkin sedikit sulit dipercaya kini aku bisa tumbuh dengan baik. Dulu banyak yang menyangka aku tidak bisa bertahan hidup karena -tidak seperti bayi premature pada umumnya yang setelah lahir di berikan ditempat khusus dengan alat-alat khusus pula untuk bisa mendukung pertumbuhannya- setelah dilahirkan sampai beberapa hari setelahnya untuk mendapatkan kondisi yang hangat aku hanya dengan detempelkan di dada bapak. Jika sesekali ditinggal bapak, maka untuk menghangatkanku dilakukan dengan menaruh botol-botol yang berisi air hangat di samping tubuhku. Begitulah memang jika Tuhan telah berkehendak, meski dengan peralatan yang seadanya aku tetap bisa bertahan.

KENAKALANKU
Dengan perawatan, perhatian dan kasih sayang kedua orang tuaku, aku pun tumbuh dengan baik. Aku tumbuh menjadi anak yang sehat, ceria, bahkan super nakal dan sulit di atur. Dulu waktu kecil aku terkenal di dusunku sebagai anak yang nakal, cengeng, dan juga merepotkan. Kalau sudah punya keinginan, maka tak ada yang bisa melarang. Harus  dituruti! Jika tidak, maka aku akan mmerengek dan menangis sejadi-jadinya. Kalau sudah menangis, pasti anak-anak lain dan teman-teman bermainku pada melihatiku seperti tontonan yang menarik. Tangisku sangat kencang dan juga super lama. Hal ini membuat orang tuaku kelabakan. Walhasil, mau tak mau mereka pasti menuruti kemauanku.
Aku senang sekali jika diajak bapak bepergaian atau sekedar keliling-keliling kampung dengan motor ataupun sepeda ontel. Dan aku tak suka jika ketinggalan saat-saat seperti itu atau sengaja ditinggal oleh bapakku. Ibuku adalah seorang karyawan di sebuah pabrik tekstil yang terkenal di Karaganyar. Suatu ketika bapak pergi menjemput ibu yang pulang dari pabrik tempat dimana beliau bekerja. Karena saat itu aku sedang pergi main dengan teman-teman, maka bapak tidak mengajakku. Padahal biasanya aku selalu merengek ikut kalau bapak mau mengantar dan menjemput ibuk. Waktu itu aku pulang  ketika bapak belum sampai dirumah. Akupun tak terima karena bapak tidak mengajakku untuk menjemput ibuk. Akupun mulai marah dan menangis, menangis, dan menangis sampai bapak dan ibuk sampai di rumah. Dan sesampainya mereka di rumah akupun meraung-raung, menangis tak keruan dan meminta ibuk balik lagi ke pabrik biar aku bisa ikut pergi menjemputnya. Juga saat ibu pergi jagong (menghadiri hajatan) dan aku tidak diajak, pasti aku marah dan ngamuk agar ibuk mengembalikan berkatan (oleh-oleh) yang diterimanya dan aku memintanya untuk jagong ulang.  Tidak itu saja, ketika pergi kemanapun dan aku tidak diajak ikut, maka aku akan marah-marah dan menyuruh mengulangi kejadian itu supaya aku bisa ikut. Hehe
Ada lagi hal yang serupa dengan kejadian itu. Saat itu adalah musim tanam padi atau yang sering disebut dengan musim tandur pari. Seperti sawah para petani yang lainnya,  sawah yang digarap bapakku pun juga mulai ditanami. Biasanya kalau tandur para petani meminta bantuan ibu-ibu tani yang tak lain adalah ibu-ibu tetangganya maupun tetangga dari desa lain. Saat itu pun bapak juga melakukan hal yang sama. Saat hari mulai siang, orang yang punya kerja tersebut akan menyiapkan makan siang bagi ibu-ibu yang tandur tadi. Waktu itu ibuku memilih untuk hanya memasak nasi sendiri tapi lauk dan sayurnya instan, alias beli yang siap santap. Dan ibu memilih membeli soto, dan lauk pauk seperti tahu, tempe dan kerupuk atau rambak untuk makan siang para ibu-ibu yang tandur tadi. Saat membili soto dan lauk-pauk itu aku tidak diajak karena sedang tidur. Waktu bangun aku pun marah—marah dan nangis tak terima karena tidak diajak ibuk pergi membeli soto dan lauk pauk. Sambil menangis aku pun meminta ibuk mengembalikan semua yang dibeli tadi dan mengulangi semua kejadian sehingga aku bisa ikut untuk pergi membeli itu semua tadi. Tapi yang membuat tambah runyam semua makanan itu tadi sudah dikirim ke sawah buat makan siang para petani. Tanpa pikir panjang akupun berlari ke sawah yang letaknya berada di selatan dusunku. Aku tak malu meski saat itu para tetangga dan anak-anak seusiaku pada melihat aksiku berlari-lari sambil menangis seperti orang dikejar setan. Aku juga tak peduli ibuku dan bulek pada ikut berlari mengejar-ngejar aku. Begitulah aku kalu sudah marah dan mengamuk. Sesampainya disawah akupun langsung turun dan berlari di galengan (pematang sawah) yang sempit dan masih basah. Ketakutan untuk takut jatuh atu terpelesetpun tak aku hiraukan. Yang jelas aku ingin mendapatkan makanan-makanan sebelum semuanya di santap dan dilahap para petani itu. Aku tepat waktu! Para petani itu belum memakannya. Akupun langsung bergegas menambilnya dan membawanya kembali kerumah. Para petani itu hanya terheran-heran melihat aku yang masing menangis dan bertingkah seperti anak yang kesurupan. Sesampainya dirumah aku langsung membuang semua makanan itu. Soto, tahu, tempe, dan makanan yang lainnya pun kini bertebaran di tanah. Bagitulah kisah kenakalanku  waktu kecil.
Ada lagi kisah kenakalanku yang lain. Jika aku memanggil-manggil bapak ataupun ibuk dan  mereka tidak kunjung dataang, ssudah dipastikan aku  pasti akan mengamuk, membanting barang-barang maupun memberantakin apa saja. Saat itu ibuku lagi mencuci piring, akupun memanggil-manggil ibu. Satu kali, dua kali, tiga kali dan akhirnya pun aku menangis kesal. Setelah ibu selesai mencuci piring gelas, dan alat-alat dapur lainnya barulah beliau meenghampiriku. Tapi aku sudah terlanjur kesal dan menangis. Akupun marah dan berlari kedapur. Semua yang baru saja dicuci ibu aku ambil dan aku taruh di lantai dapur yang saat itu masi berupa bata yang di jajar. Barang-barang yang baru dicuci ibu pun jadi kotor lagi. Akupu dimarahi ibuk. Tapi aku tak peduli, yang penting aku bisa melampiaskan kekesalanku dan kemarahanku.
Sungguh saat kecil dulu aku ini sangatlah nakal. Jago nangis, suka ngamuk, sering bantingin barang-barang dan masih banyak lagi. Mungkin dulu bapak dan ibuku juga geregetan pada sifat-sifatku. Tapiaku sungguh beruntung, senakal apapun paling-paling bapak atau ibuk hanya memarahiku. Mereka jarang sekali, bahkan hampir tidak pernah memukulku. Mungkin itulah yang membuat rasa takutku hilang dan kenakalan pun menjadi-jadi.

TAMAN KANAK-KANAK
Kenakalanku lambat laun, sedikit demi sedikit pun berkurang saat aku mulai memasuki usia sekolah. Kebiasaanku menangis karena ditinggal bapak atau ibu pergi sudah mulai berkurang karena aku sudah mulai punya banyak teman. Kebiasaan yang masih belum bisa aku hilangkan adalah ngedot dan menyusu pada ibu. Saat sudah masuk di TK pun kebiasaan belum bisa dihentikan. Aku ingat dulu ibu membawaku kepada seseorang tua yang dianggap pintar dalam menyapih bayi dari menyusu pada ibunya. Tapi usaha itu sia-sia. Meski sudah disapih aku tetap saja tak bisa melepas total untuk menyusu pada ibu. Ibupun cari cara lain, yakni dengan mengolesi putingnya dengan jamu biar aku kapok. Tapi usaha itu pun juga sia-sia. Usaha lainnya adalah mengolesi putting susu ibuku dengan biji mahoni yang terkenal pahit. Tapi tetap saja tidak mempan. Meski awalnya aku kepahitan, tapi aku langsung marah kesal dan menyuruh ibu untuk membersihkan putingnya. Dan aku pun menyusu lagi meski air susu ibuku sudah tak lagi keluar. Akhirnya ibuku menyerah dan membiarkan aku tetap menyusu. Dan kebiasaan ini benar-benar aku hentikan setelah kelas satu SD. hehe
Aku masuk TK sekitar umur lima tahun. Aku senang sekali saat memasuki bangku sekolah. Di TK aku diajar oleh dua guru yang sangat baik dan cantik, beliau adalah Ibu Suliyati dan Ibu Giyarti. Mereka mengajar aku dan teman-temanku untuk berhitung, membaca, menggambar, danj juga bernyanyi. Masa-masa ini sangat menyenangkan. Rasanya tidak ada beban dan masalah. Saat lelah belajar, kami pun bermain-main di halaman sekolah. Main ayunan, jungkat-jungkit, kuda-kudaan, bahkan juga bermain-main di sawah dan semak-semak yang ada di sekeliling sekolah.
Aku belajar dengan baik dan tidak mengalami kesulitan yang berarti di jenjang ini. Aku dengan mudah bisa menghafal angka, huruf, berhitung, menggambar, bernyanyi, dan menghafal beberapa nama pahlawan. Aku sangat senang dengan pelajaran menggambar dan mewarnai, bahkan saat TK aku sudah mampu menggambar bangun ruang seperti kubus dan balok. Awalnya aku melihat kakaku yang sudah duduk di kelas tiga SD sedang belajar mengerjakan PRnya. Saat itu ada gambar-gambar yang unik di buku kakakku. Akupun ikut-ikutan mencontoh dan menggambar gambar-gambar dibuku itu. Setelah aku tanyakan kepada kakaku ternyaata namanya balok dan kubus.
Saat pelajaran menggambar pun aku menambahkan beberapa gambar balok dan kubus di buku gembarku kemudian mewarnainya dengan berwarna-warni. Teman-temanku pun akirnya juga tertarik dan menyukai gambar-gambarku. Akhirnya mereka pun ikut ikutan menggambar, tapi karena mereka belum bisa, ujung-ujungnya akulah yang menggambarkan di buku gambar mereka.
Biasanya teman-temanku belajar di tingkat TK selama dua tahun, tapi aku beruntung karena aku sudah bisa lulus meski baru satu tahun aku belajar di TK. Ada perasaan senang dan juga sedih. Senang karena bisa segera masuk SD –itulah cita-cita dan keinginan setiap anak yang duduk di bangku TK- dan sedih karena meninggalkan berbagai permainan dan kesenangan belajar di TK.

Masa-masa SEKOLAH DASAR
Bahagia sekali aku karena kini aku telah menyandang  gelar sebagai anak SD. Gelar yang sangat aku nanti-nanti saat aku duduk di bangku TK dulu. Kini aku memiliki lebih banyak teman. Kalau di TK hanya ada dua kelas –kelas A dan B- sekarang ada enam kelas. Suasana pun lebih meriah dan ramai. Seragamku juga berubah dari yang putih-biru laut kini menjadi putih-merah dan coklat muda- coklat tua. Sekarang pelajaranku juga bervariasi, ada pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, PPKN, Agama, dan tak ketinggalan pula pelajaran yang aku sukai yakni, menggambar. Sekarang setiaap hari Senin juga ada upacara bendera dan juga pramuka yang di TK belum ada. Ini benar-benar dunia baru bagiku. Dan aku sangat senang dan menikmati dunia baruku ini.
Belum ada kendala yang berarti di kelas satu. Aku dapat mengikuti pelajaran dengan baik mulai dari Matematika sampai pelajaran keterampilan dan meggambar. Saat ujian catrwulan pertama aku bisa meraih juara dua. Meskipun aku tidak bisa meraih juara pertama, aku tetap bersyukur dan senang sekali karena aku bisa mengalahkan empat puluh enam temanku yang lain, walau aku juga belum bisa mengalahkan temanku yang meraih peringkat pertama, namanya shinta. Di ujian catur wulan kedua prestasiku meloraot jadi berada diposisi ketiga. Kini posisi pertama diduduki oleh temanku, namanya Aji. Dan peringkat kedua diduduki oleh Shinta. Ibu pun marah karena aku tidak bisa mempertahankan prestasiku. Kemudian di catrurwulan ketiga aku bisa menduduki juara kedua lagi. Kini aku bisa mengalahkan Shinta, tapi Aji terlalu kuat untuk dikalahkan. Sampai ujian kelas enam pun peringkat prestasi belajarku dan Shinta selalu kejar-kejaran. Tapi selama aku menduduki bangku SD aku tak pernah bisa menduduki peringkat pertama.
Banyak pengalaman yang aku dapatkan selama aku duduk di bangku SD. Di tingkat inilah aku belajar menyulam, membuat stampel dari kentang atau wortel, membuat pot bunga, membuat dan juga membuat hiasan dinding dari sedotan yang dibentuk menjadi bunga. Selain itu di SD pula aku mulai diajari untuk bisa belajar hidup mandiri melalui pramuka dan juga kemah. Pengalaman lain yang menyenangkan bagiku adalah dulu saat kelas enam aku pernah meraih juara tiga lomba gambar  dan saat kelas lima dalam lomba memasak, kelompokku bisa menyabet juara pertama. Kegiatan-kegiatan perlombaan itu dilakukan saat jeda smester atau caturwulan. Sungguh itu semua pengalaman yang sangat berharga untukku.
pengikut ELISISME
Aku senang sekali punya kakak yang baik, mbak Elis namanya. Banyak kenanganku bersamanya. Kami banyak menghabiskan waktu untuk bermain dan belajar bersama-sama. Mbak Lis –begitu panggilannya- sering mengajakku bermain bersama-sama. Banyak permainan yang ia ajarkan padaku, antara lain bermain lompat tali, lempar gelang karet yang dipilin, karambol, main kelereng, dhelikan, gobak sodor, sampai dakon dan gatheng.  
Waktu kecil aku dan kakakku senang sekali ikut bapak pergi mencari rumput untuk pakan sapi milik bapakku. Biasanya bapak mencari rumput di sekitar sawah dibelakang rumah atau di dekat perkebunan tebu di urtara dusunku. Kadang kami berdua ikut mencari rumput, tapi kami lebih sering bermain main. Kami mencari rumput jago –semacam rumput yang memiliki sejenis tonjolan yang berisi rumput daun yang lebat dan memiliki semacam batang yang menjalar dan menghubungkan dengan rumput-rumput yang lain-  untuk diadu kekuatannya. Biasanya sebelum kami mengadu rumput jago yang kami peroleh, kami berlomba untuk mengumpulkan rumput jago sebanyak-banyaknya. Setelah dapat banyak, kamipun mengadu rumput jago kami utuk saling serang. Siapa yang kepala rumput jagonya patah, dialah yang kalah. Meski sederhana, namun itu sangat menyenangkan. Saling berlomba, beradu kekuatan di hamparan sawah yang luas dengan angin sore yang semilir sepoi-seepoi. Sungguh kenangan yang menyenangkan.
Dulu sepulang sekolah mbak lis juga sering mengajakku bermain di halaman rumah Bulik Parmi. Bulik parmi memiliki halaman yang cukup luas, hampir setiap siang sepulang sekolah, di halaman ini pasti banyak anak-anak berkumpul untuk bermain bersama. Kami sering bermain dhelikan. Delikan adalah permainan yang cara mainnya adalah anak yang kalah dalam gambrengan atau suit maka dialah yang jaga. Yang jaga inilah matanya ditutup dan dihutung sampai sepuluh. Kemudian anak-anak lain pada sembunyi. Setelah hitungan ke sepuluh maka mata si anak yang jaga ini tadi kemudian dibuka lalu ia pun mencari teman-temannya yang bersembunyi. Teman-temanku yang berhasil ditangkap tempat persembunyiannya kemudian nanti gambrengan lagi. Dan yang kalah adalah yang jaga selanjutnya. Begitulah permainan ini berlangsung sampai menjelang sore tiba. Jika aku dan kakaku pulang terlalu sore maka ibuku yang beraksi untuk memarahi kami dan menyuruh kami pulang, mandi dan sholat asar atau menyuruh kami mengaji jika ada jadwal masuk TPA.
Dulu aku sering ikut Mbak Lis pergi main ke kali atau di kebun milik tetanggaku bersama teman-teman mbak Lis yang lain seperti Mbak Ita, Mbak Tri, Mb Nindri, Mbak Wiwit. Kami terkadang juga pergi memancing di kali Cengkrik, padahal ibuk sudah melarang kami bermain di kali ini. Kali ini berada di ujung barat dusun kami. Jauh dari pengawasan masyarakat dan sangatlah sepi. Kata ibuk di sungai itu ada buaya yang sewaktu-waktu bisa menerkam kami. Tapi sekarang aku tahu bahwa cerita itu hanya karangan para orang tua agar anak-anaknya tidak main-main disungai.
Mbak Lis tidak hanya mengajak aku bermain-main saja, tapi juga mengajak aku pergi ke langgar untuk belajar mengaji di TPA. Saat itu aku belum sekolah, seusai bermain mbk Lis bergegas pulang aku pun ikut saja. Kemudian mbak lis mandi dan buru-buru mau pergi TPA aku pun di ajak untuk pergi bersamanya.  Masih ku ingat saat itu kami belajar di sebuah rumah milik warga yang bernama Mbah Muh. Di rumah inilah kami belajar mengaji dan juga melaksanakan solaht bersama. Saat itu di dusunku belum ada masjid. Jadi rumah inilah yang kami sebut langgar. Seperti rumah orang jawa dahilu pasti ada yang disebut mah ngarap (rumah bagian depan) danmah mburi (rumah bagian belakang). Mah ngarep inilah yang dijadikan sebagai langgar bagi warga dusun kami. Seingatku langgar ini sempat juga berpindah ke tempat warga lain yang letaknya juga dekat dengan rumah Mbah Muh, namanya Mbah wiro yang juga bentuknya mirip dengan rumahnya Mbah Muh.
Seingatku waktu kecil dulu aku sering kali aku membuntuti mbak Lis. Aku senang sekali melakukan berbagai kegiatan dengan kakakku, sampai sampai apa yang disenangi oleh kakakku aku pun menyukainya. Mbak Lis suka warna pink, aku juga ikut-ikutan menyukainya. Mbak Lis tak suka mentimun aku juga ikut tidak menyukainya. Saat ditanya kalau sudah besar pengen jadi apa, Mbak Lis menjawab ingin jadi dokter, tak ragu lagi aku pun juga ingin menjadi seorang dokter. Sampai saat kakakku itu menetapkan untuk berjilbab saat SMP, aku pun  mengikutinya, dan saat SMP aku pun juga memutuskan untuk berjilbab. Padahal ibuku saja tidak berjilbab saat itu. Tapi lama kelamaan ibu pun juga memutuskan untuk mengenakan jilbab. Untuk memilih sekolah pun aku juga ikut-ikutan kakakku itu. Jadi aku SD, SMP, dan SMA disekolah yang sama dengan kakakku. Tanpa aku sadari, saat itu aku telah menjadi pengikut Elisisme. Hehe

AKU BENCI JADI PEREMPUAN
Kodrat. Itulah istilah yang kini aku pahami sebagai suatu hal yang telah ditetapkan oleh Sang Maha Pencipta kepada hamba-hambanya. Kini aku menyadari bahwa aku ditakdirkan sebagai seorang perempuan. Mau tidak mau akupun harus menerima kodratku sebagai perempuan. Terkadang hari kita memang merasa tidak menyukai apa yang telah digariskan atas diri kita. Orang-orang seperti ini kebanyakan cenderung menyalahkan Allah atas ketidaktirimaannya pada keputusan Allah. Dan itulah yang dulu pernah aku alami.
Saat itu aku baru duduk di kelas enam SD. Dan masih jelas dalam ingatanku saat itu adalah hari Kamis tanggal 21 April 2004. Siang itu aku merasakan ketidakberesan dalam diriku. Aku merasa tidak seperti biasanya. Perutku terasa sakit dan aku juga merasa ada sesuatu yang keluar dari kemaluanku. Akupun berlari ke kamar mandi, dan kulihat cairan merah. Aku merasa bingung harus bagaimana. Aku tahu bahwa aku telah mengalami haid pertamaku. Aku tahu hal itu dari pengalaman temanku. Ia bahkan mengalami haid pertamanya saat kelas lima.
Saat pulang dari sekolah, mbak Lis menanyaiku kennapa tidak segera sholat Duhur. Aku bingung harus menjawab apa. Pada akhirnya aku pun buka mulut dan menceritakan pada mbak Lis. Dan mbk Lis pun cerita pada ibuk.  Ibu pun mebmeritahuku bahwa aku harus memapakai pembalu dan tidak boleh banyak bergerak. Aku sangat malu dan sedih. Aku merasa tidak nyaman denagan statusku menjadi seorang perempuan.
Malam harinya aku merasa tidak nyaman untuk tidur. Miring, tengkurap, terlentang, semua posisi rasanya tidak nyaman. Jangankan tidur, berdiri dan dudukpun rasanya sangat menyiksa. Perutku sangat sakit dan aku merasa seperti orang yang ngompol. Mengeluarkan cairan merah tanpa bisa ditahan. Di sekolah pun aku masih merasakan hal yang sama. Padahal aku pengen sekali bermain, berlari dan berkejaran dengan teman-teman  untuk main untrakol saat waktu istirahat tiba. Tapi baagaimana mungkin aku bisa melakukannya. Berkegak saja rasanya sulit apalagi berlari. Sungguh ini sangat tidak nyaman. Saat itulah timbul rasa tidak terima dalam hatiku. Rasanya Allah itu tidak adil. Ini sangat menyakitkan dan juga menyiksa bagiku. Dan seketika itulah aku merasa benci pada diriku sendiri. Aku merasa benci jadi sorang perempuan. Namun seiring berjalnnya waktu akupun mulai menerima kodratku sebagai seorang perempuan dan mensyukuri apa yang telah Allah tetapkan atasku. 

Masa SMP
Setelah lulus dari Sekolah dasar aku pun mendaftarkan sekolah di salah satu SMP faforit di daerahku, di SMPN 1 Tasikmadu, yang dulu juga tempat kakakku menuntut ilmu saat SMP. Sekolah ini terletak tepat di barat pabtik gula Tasikmadu. Sekolah kami sedikit menjorok ke bawah karena pengaruh letak geografi tanahnya yang juga lebih rendah. Di sebelah timur sekolah itu berdiri kokoh sebuah bangunan yang berbentuk seperti benteng  pertahanan yang juga disana ada sebuah pipa yang menjulang sangat tinggi, itulah PG Tasikmadu. Karena hal itulah SMP ini terkenal dengan sebutan ”SMP sor pipo”.
Setelah mengikuti alur pendaftaran yang lumayan rumit, aku dan teman-teman calon siswa baru lainnya mengikuti ujian  atau tes masuk. Aku senang sekali karena dari akumulasi nilai EBTANAS dan juga tes masuk aku bisa berada bisa lulus dan masuk sepuluh besar. Tepatnya aku berada di urutan ke delapan. Aku senang sekali bisa masuk sepuluh besar dan bisa mengalahkan ratusan calon siswa baru yang lainnya. Dan empat puluh siswa terbaik di tempatkan di kelas VII D dari enam kelas parallel yang ada.
Di SMP aku pun tidak banyak mengalami kendala serius dalam hal belajar. Aku pun bisa mengikuti berbagai mata pelajaran tanpa mengikuti les tambahan di berbagai bimbingan belajar seperti yang dilakukan sebagian  teman-temanku.  Nilai-nilai prestasiku pun bisa dikatakan baik, meski aku tidak pernah meraih juara parallel. Aku pun bisa mempertahankan nilai-nilaiku agar tidak merosot. Saat masa-masa SMP inilah semangat belajarku meletup –letup. Aku pun mampu memahami dan menyukai pelajaran-pelajaran seperti Matematika, Fisika, Geografi, bahkan PKN. Saat SMP aku pun juga belajar untuk bisa mandiri dan tidak menyontek  saat ujian mid maupun smester. Dulu saat SD aku masih sering sesekali menyontek, tapi mulai kelas delapan SMP aku mulai melatih diriku untuk mandiri dalam mengerjakan ulangan maupun ujian. Maka aku harus memacu diriku untuk terus belajar. Dan saat Ujian Akhir Nasional pun aku mampu mengerjakan sendiri semua soal-soal yang di sediakan dan bisa mendapat nilai yang memuaskan. Aku benar-benar bahagia dan merasa puas dengan usahaku saat itu.

Akselerasi Smansakra
Dengan berbekal tekad, kemauan, dan juga harapan aku pun memberanikan diri untuk mendaftarkan program akselerasi di salah satu SMA terfaforit di kabubaten Karanganyar, yaitu SMAN 1 Karanganyar. Nama keren dari sekolah ini adalah SMANSAKRA. Setelah memenuhi perlengkapan administrasi, ikud tes masuk, seleksi dan tetekbengek nya akhirnya aku pun diterima. Hanya aku saja yang alumni dari SMP 1 Tasikmadu. Ketiga belas yang lainnya semua berasal dari SMPN1 karanganyar yang notabene lebih wah dan lebih keren dari sekolahku.
Aku menyadari ternyata teman-temanku tidak hanya orang-orang yang baik di bidang akademis. Kebanyakan dari mereka juga berasal dari kalangan-kalangan orang kaya dan berkedudukan tinggi. Ada temanku yang orang tuanya adalah seorang kepala dinas pertanian di Karanganya, ada yang kepala sekolah, dokter, dosen, bahkan rector di universitas ternama di Surakarta. Tak bisa aku pungkiri, aku  yang hanya anak seorang penjaga SD pun merasa minder dengan mereka. Akhirnya aku pun sedikit menarik diri dari mereka.
Hari-hari selama dua tahun di SMA ini rasanya seperti dipenjara. Lingkungan teman-temanku yang kurang membuatku nyaman, akhirnya berimbas pada prestasiku. Aku yang dulunnya rajin belajar, kini menjadi kian malas. Dulu yang merasa senang untuk bersekolah, kini sangat berat rasanya pergi ke sekolah. Aku pun sering terlambat, tak konsentrasi saat pelajaran, malas mengerjakan tugas, dan rasanya aku berubah menajadi orang yang sangat bodoh. Akhirnya aku pun  menjadi orang yang pendiam, tertutup dan tidak suka bergaul. Sungguh dua tahun di SMA membuatku terasa di penjara. Disatu sisi aku mengalami kesulitan untuk bangkit mengembalikan semangatku untuk belajar, dan disisi lain statusku sebagai siswa akselerasi menuntutku untuk bisa ekstra dalam belajar.

UJIAN AKHIR NASIONAL
Memasuki awal tahun sama dengan memasuki masa-masa paling sibuk, paling melelahkan, dan merupakan waktu paling efektif untuk menguruskan badan bagi para murid yang akan menghadapi ujuan akhir karana di wkatu itu seluruh energi, tenaga, dan pikiran terkuras untuk persiapan menempuh ujian. Namun hukum itu hanya berlaku untuk orang yang sungguh-sungguh. Dan hal itu tak berlaku untukku. Pada bulan-bulan ini bukannya kumanfaatkan untuk belajar namun malah kemalsan yang dasyat menimpaku. 
Malas. Sebuah kata yang mewakili suatu sikap dan perasaan yang tak ingin dan berat berkorban untuk terpenuhinya kebutuhan.  Contohnya saja seperti yang ku alami sekarang, yakni malas belajar. Sebuah perasaan tidak suka dan enggan untuk berkorban waktu, tenaga maupun pikiran untuk terpenuhinya kebutuhanku akan ilmu dan kebutuhanku untuk bisa lulus dengan nilai baik. Contoh lain adalah malas bekerja, ialah orang-orang yang merasa enggan untuk mengorbankan tenaga maupun waktunya untuk berupaya agar kebutuhan hidup terpenuhi. Pada dasarnya orang yang sedang terjangkiti virus malas ini ingin mencapai tujuan –yakni dapat terpenuhinya kebutuhan- tanpa harus berkorban dan berjuang. Orang-orang yang sedang mengalami fase malas ini, sadar bahwa dia butuh akan terpenuhinya kebutuhannya. Namun seakan ada suatu kekuatan yang luar biasa dan tak diketahui dari mana asalnya, yang melenyapkan semangat dan kemauan dalam diri seseorang.
Jika rasa ogah-ogahan, nglokro, lemas, dan gak semangat mulai kita rasakan, maka perlu diwaspadai karena itualah tanda-tanda orang yang diserang virus malas. aku sendiri belum bisa memastikan bagaimana cara mengusir rasa malas. Namun saat kita malas alangkah baiknya jika ada teman, sahabat maupun saudara yang menyemangati dan memotivasi kita untuk bisa mengurangi bahkan menghilangkan rasa malas tersebut. Karena jika kita hanya mengandalkan diri sendiri untuk mengusir rasa malas biasanya tidaklah mudah. Bgaimana mungkin orang yang lagi malas, nglokro, dan gak punya semangat bisa menyemangati dirinya sendiri??? Mungkin bisa –karena didunia ini apa sih yang tak mungkin?! Semuanya mungkin-mungkin saja.hehe…- namun kemungkinan untuk bisa memberikan penawar malas sangatlah kecil jika dibandingkan dengan mendapat masukan dan motivasi dari orang-orang yang juga memiliki semangat dan motivasi yang baik (sok tau….hehe).
Di saat-saat seperti inilah kehadiran seorang sahabat sangatlah penting. Namun waktu itu aku tidak memiliki sahat yang membuatku bisa nyaman dengan keberadaannya. Alhasil aku malah semakin terpuruk dalam kemalasan.
Waktu pun berlalu begitu cepat. Hari ujian nasional tinggal menghitung jari. Ketakutan, cemas dan kekhawatiran akan kemungkinan tidak lulus ujian pun mulai terbayang dibenakku. Saat itulah aku mulai untuk mempelajari materi-materi pelajaran. Namun sudah terlambat untuk bisa mempersiapkan ujian dengan baik. Materi-materi yang menumpuk rasanya tak ada yang nyantol dipikiran, bahkan materi-materi yang dulu sudah kupahami sekarang seakan-akan menguap begitu saja, bagai daun-daun yang rontok tak bersisa. Aku pun mulai panik, cemas, dan kalang kabut gak karuan. Kini stress lah yang sekarang menjangkitiku.
Mendekati hari H ujian nasional aku berusaha belajar kebut instan. Sedetik pun terasa begitu berharga. Kini aku bersaing dengan waktu. Namun kekuatan, tenaga, pikiran dan otakku rasanya tak mampu menang saing melawan sang waktu. Sekarang keberuntunganlah yang aku nanti. Karena sepintar apapun, seserius apapun dan sekeras apapun orang berusaha namun mereka tetap tak bisa menyaingi orang yang beruntung. Maka dari itu, do’a lah yang kini kian gencar kupanjatkan kepada Dzat Yang Maha Mengaruniai Keberuntungan untuk hamba-hambaNya.
Hari H Ujian Nasional tingkat SMU pun tiba.  Aku tak mampu pmengusir rasa cemas, khawatir dan ketakutan yang muncul dan menguasaiku. Sungguh rasanya ingin lari, namun cepat-cepat ku usir perasaan itu karena apa boleh buat, toh lari dari persoalan ini pun tidak akan membuat keadaan menjadi lebih baik. Bahkan hanya memperburuk keadaan. Aku pun menguatkan diri meski aku tak mampu menghilangkan kekhawatiran yang menguasaiku.
Sebelum mulai ujian, aku berdo’a dengan pendalaman tingkat tinggi. Begituu juga teman-teman sekelasku. Kami saling berdiri melingkar dan bergandeng tangan erat-erat untuk memohon pertolongan Sang Maha Memberi Pertolongan, Allah SWT. setelah itu kami pun masuk ruang ujian dan mulai bertempur dan berjuang.
Nasib kini sedikit menghantarku pada kemudahan dalam menghadapi masalahku. Saat ujian, ternyata teman-temanku masih memiliki jiwa sosial yang cukup baik. Mereka mau membantuku untuk bisa menyelesaikan sekian banya soal-soal ujian. Adanya alat komunikasi yang semakin canggih pun turut memperlancar misi sosial ini. Empat hari berlalu, dan masa-masa perang dan pertempuran menghadapi ujian nasional pun juga telah terlewati. Sunggu aku tak bisa menyembunyikan rasa berdosaku karena aku telah berbuat tidak jujur dalam ujian. Ya Allah, Ya Tuhanku hamba benar-benar mohon ampunanmu karena kecuranganku dalam ujian ini. Dan  melalalui tulisan ini, saya minta maaf yang sebesar-besarnya kepada ibu-bapaku, guru-guruku, mentri pendidikan nasional Indonesia,  dan kepada Rasulullah SAW serta kepada makhluk di seluruh alam raya ini. Semoga dengan permintaan maaf ini Allah SWT berkenan mengampuni dosa dan kesalahanku. Aamiin…
LULUS!!!
Takdir laksana kawasan segitiga bermuda, misteriuns! Kemisteriusan takdir itulah yang membuat manusia untuk bersikap optimis dan mau bekerja keras. Kemisteriusan takdir ini pula yang memberikan kekuatan kepada orang-orang yang berputus asa dalam semua usahanya yang merasa nasibnya telah diujung tanduk untuk memiliki harapan akan dibawa oleh takdir kepada keberuntungan. Begitulah yang juga aku rasakan. Aku merasa sangat takut dan juga cemas menunggu hasil nilai ujianku. Aku benar-benar merasa takut jika tidak lulus. Nasibku mungkin memang seperti telur yang ada diujung tanduk. Dan berharap ada bantalan empuk di bawah tanduk itu, sehingga jika pun aku terjatuh aku tetap bisa merasakan kenyamanan. Begitulah aku juga  berharap takdir baik menghampiriku.
Setelah sekian lama aku menunggu, berdoa, cemas, dan khawatir akhirnya hari pengumuman itu pun tiba. Aku sangat lega ketika bapak pulang dari mengambilkan hasil Ujianku dan mengetahui aku lulus. Aku sangat bahagia, meski hal itu tidak kudapatkan dengan jujur, tapi aku tak bisa memungkiri ada rasa lega luar biasa dalam hatiku. Dan setelah aku cermati nilai-nilaiku ternyata tak seburuk dugaanku, bahkan rata-rata nilai ujianku bisa mencapai angka delapan lebih sedikit. Kali ini nasib mujur sedang berpihak padaku. Terimakasih Ya Allah, meski aku telah melakukan ketidak jujuran, tapi Engkau masih berkenan untuk mengabulkan do’aku untuk bisa lulus.

AKU INGIN TETAP BERSEKOLAH
Aku percaya pada takdir. Baik keberuntungan yang menyenangkan, maupun ketidakberuntungan yang terkadang menyedihkan. Yang jelas aku yakin bahwa bagaimanamun takdir manusia setelah mereka berusaha semaksimal mungkin adalah takdir yang baik menurut Allah. Tinggal masing-masing manusia bagaimana menyikapi takdir yang Allah tetapkan tersebut.
Dulu ketika aku berada di kampus ini, mungkin juga karena takdir. Waktu masih duduk di SMA, tak pernah terpikir oleh ku untuk masuk kampus  ini. Bahkan namanya pun baru ku tahu beberapa hari sebelum aku mendaftarkan ke sekolah ini. STAIN Surakarta. Itulah namanya. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri yang berada di daerah surakarta.
 Aku tak pecaya saat memasauki kampus ini. Hanya segelintir orang yang kulihat. Sangat berbeda dengan perguruan tinggi-perguruan tinggi yang ku tahu, dimana ketika penerimaan mahasiswa baru pasti suasananya sangat ramai dan tempat parkir penuh dengan berbagai macam kendaraan.  Salah seorang tetanggaku lah yang menyarankan aku untuk mendaftar di kampus ini. Dan akupun mencoba menjalani saran tetanggaku itu karma satu alasan : aku ingin tetap bersekolah namun aku tak lolos dari sekian banyak test masuk perguruan tinggi yang ku daftari. Mulai dari PMDK, SIMAK UI, SPMB, UMB STAN, dan bahkan sampai aku mencoba Test Monbukagakisho –salah satu beasiswa untuk melanjutkan sekolah ke Jepang- pun tak ada yang lolos. Sungguh menyedihkan diriku saat itu.  Mungkin keberuntungan sedang tidak berpihak padaku
            Meski aku tak lolos dari sekian banyak test yang aku ikuti, ada satu pelajaran penting yang ku dapat: Pengalaman! Ya, pengalaman lah yang ku dapat. Mulai dari mendapat banyak teman, lebih tau banyak tentang tempat, mental, keluarga, dan yang paling berkesan adalah ketika ku bisa melihat secara langsung bagaimana cara kerja orang jepang ketika tes Monbukagakusho di Auditorium Pusat Bahasa Jepang di Universitas UI. Mulai dari cara berjalannya pun sangat berbeda dengan orang Indonesia apalagi orang jawa yang kebanyakan tetap berpegang pada prinsip alon-alon penting kelakon.

MASA-MASA MENJADI MAHASISWA
Di sini, di Gedung Graha ini, kuingat dulu aku berdesak-desakan di pintu masuk mengadu nasib untuk memasuki ruangan itu. Waktu itu adalah bulan Ramadhan, lapar dan dahaga yang menyiksa ditambah dengan bau campuran keringat ratusan orang yang menusuk hidung membuat perutku mual luar biasa. Tapi hal itu tak ku hiraukan. Demi mendapatkan tandatangan dari panitia-panitia screening yang saat itu rasa kemanusiannya hilang entah kemana, mau tak mau aku harus berjuang keras untuk menerobos kerumunan mahasiswa-mahasiswa baru yang tak punya pilihan lain untuk tidak melakukan hal ini. Sungguh menyedihkan keadaanku saat itu, kaki terinjak, badan terjepit, sepatu lepas,dan bahkan leher tercekik gelayutan tangan-tangan yang tak tahu aturan adalah derita yang harus aku lalui seperti ratusan mahasiswa baru yang lainnya.
Itulah awal pengalamanku saat awal menjadi mahasiswa baru. Rela berjubel-jubel nengantri untuk screening demi mendapatkan tanda tangan para panitia ospek sebagi persyaratan untuk mengikuti serangkaian kegiatan OSPEK. Banyak pengalaman lain yang juga aku dapatkan dari kegiatan ini, mulai dari teman baru, kos gratis dengan hanya tidur beralaskan selembar tikar, kebersamaan, kekompakan, juga kebosanan mendengarkan berbagai ceramah dari narasumber-narasumber yang di hadirkan oleh panitia ospek. Dari ospek inilah aku mendapatkan seorang teman yang baik dan klop denganku. Namanya Mbak Fitri.
Mbak Fitri berusia dua tahun lebih tua dariku, ia adalah orang yang membuatku merasakan artinya punya teman setelah hampir dua tahun lamanya aku tak merasakan indahnya persahabatan saat di SMA. Pertemananku semakin erat dengan mbk fitri setelah kami berada di kelas yang sama, kelas satu C. Di manapun, di kampus ini jika  ada Mbak Fitri, hampir dapat selalu dipastikan ada pula aku disana. Bahkan aku merasa dia seperti kakakku di kampus ini. Dia bisa memahami aku dengan baik. Dan itulah yang membuat aku merasa nyaman di kampus ini.
Sungguh seorang sahabat sangatlah berpengaruh besar dalam hidupku. Dulu bermula dari ketidaknyamananku dalam lingkungan persahabatan di SMA membuat aku terpuruk, dan kini dengan kenyamananku dengan lingkungan dan saabatku pun memberikan semangat positif bagi diriku, juga untuk prestasiku.
Aku merasa tidak begitu sungguh-sungguh dalam awal-awal perkuliahanku, tapi aku tak menyangka bahwa aku bisa meraih indeks prestasi di kelasku. Hal itu membuat semangatku kian baik, bahkan saat smester kedua aku mampu mencetak IP hingga 3,80. Lagi-lagi aku bisa terbaik di kelasku. Saat smester tiga, aku pun bisa masuk di kelas A, kelas yng notabenya buat mahasiswa yang pintar, padahal sebenarnya tidak juga. Mbak Fitri pun juga bisa masuk ke kelas A. Dari kelas C ada empat mahasiswa yang berhasil masuk ke kelas A, yaitu Eko, mbak Endang, Mbak Fitri dan aku. Aku senang karena meski berpindah kelas, aku tetap bisa bersama-sama dengan mbak Fitri.
Mbak Fitri sering sekali mengajakku mengikuti berbagai kegiatan di Kampus bahkan di luar kampus, mulai dari ikut organisasi KAMMI, FORDISTA,  Sekolah Kepemimpinan Mahasiswa, sampai BEM jurusan Tarbiyah serta berbagai seminar. Karena sifatku yang suka ikut-ikutan dengan orang yang sudah aku nyaman bersamanya, akupun ya  ikut-ikut saja. Tapi karena aku juga orang yang mudah bosan, maka aku tak bisa bertahan lama-lama. Satu persatu pun aku mulai tidak aktif mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi itu. Hehe…
Pengalaman yang juga penting dalam hidupku adalah dulu waktu liburan semester pertama. Saat itu mbak Fitri mengajakku mengikuti sebuah tringing entrepreneurship. Dari trining itu aku mendapatkan sebuah semangat untuk mewujudkan apa yang kita impikan. Harus berani memulai dan mencoba karena tanpa memulai dan mncoba kita tak akan pernah tau apa yang akan terjadi. Kegagalan yang sesungguhnya adalaah kegagalan untuk mencoba. Berawal dari semangat dan juga keteladanan dari pembicara yang dihadirkan, akupun menerapkannya dalam diriku.
Aku memiliki keinginan untuk bisa menjahit sejak SMP kelas Sembilan. Hal itu berawal ketika pelajaran tata busana aku mendapat tugas untuk membuat rok dan celana, tapi harus dijahit dengan tangan. Aku pun mengeluh karena terlalu lama selesainya, kemudian aku berkeinginan untuk bisa menjahit dengan mesin yang bisa lebih cepat dan mudah untuk membuat pakaian. Keinginan itu hanya lah di angan-angan selama hamir empat tahun. Akupun mulai memberanikan diri untuk mencoba mengikuti kursus jahit setelah mengikuti seminar tadi. Awalnya ibu melarangku dengan beranggapan kalau-kalau kuliahku akan kacau gara-gara aku ikut kursus itu. Aku pun mendaftar tanpa bilang-bilang pada ibu dan dengan berbekal tabunganku yang tak banyak aku pun mengikuti kursus menjahit.
Selang beberapa waktu, teman-temanku pun tahu kalau aku mengikuti khursus jahit. Merekapun berbaik hati menawariku pekerjaan untuk membuatkan pakaian, mulai dari rok, baju, hingga gamis. Hal itu memberiku kesempatan untuk maningkarkan skil-lku dalam menjahit. Lambat laun pun ibu mengetahuinya. Dan kini ibu tidak marah karena aku mngikuti kursus menjahit tapi beliau akan marah jika aku malas berangkat ke tempat kursus.
Pengalaman yang juga aku alami saat kuliah adalah mengikuti penelitian yang diadakan oleh Diknas Jawa Tengah. Hal ini bermula saat smester dua dan tiga aku mengambil matakuliah semester atas, tepatnya mata kuliah Metodologi Penelitian.. Aku masuk mengikuti perkuliahan kakak tingkat di kelas C. Dua semerter itu aku selalu berhasil mendapatkan nilai yang baik. Mungkin dari situlah, dua orang kakak tingkatku, Mas Fauzi dan Mbak Mus, tertarik mengajakku untuk ikut bergabung dalam tim penelitian mereka. Kami pun lolos dalam seleksi proposal, dan berhasil untuk didanai dari pihak diknas. Yang membuat kami lebih senang adalah kami dapat lulus bebas skripsi, dan hanya proses reviewer saja. (Teruntuk Mas Fauzi dan Mbak Mus, terima kasih banyak karena kalian mau berbagi pengalaman dan menularkan ilmu-ilmu kalian untukku.) Dan di tahun berikutnya, aku dan teman sekelasku dulu membentuk tim baru untuk mengikuti program penelitian yang sama. Kami pun bisa lolos, semoga apa yang kami lakukan bisa bermanfaat bagi kami sendiri, bagi nama baik kampus STAIN yang kini sudah bermetamorfisis menjadi IAIN Surakarta, bagi dunia pendidikan dan juga bagi masyrakat pada umunmnya.
Sebenarnya masih banyak cerita dan mengalamanku yang ingin aku ceritakan, namun karena keterbatasan waktu, biaya dan juga tenaga maka aku cukupkan kisahku ini sampai di sini. Hehe…









Bismillah
Perlulah kiranya seorang wanita menyadari kelebihan yang diberikan Allah. Seumpama manusia diciptakan saling iri dan dengki mana ada seorang yang berfikir lain. Cara pandang seseorang bagaikan seribu jalan menuju roma, dan jika saja di resapi hal itu nyata adanya.
Apakah Allah menginginkan kita hanya untuk mengingatnya di kala kita suci? Apakah hanya dengan ibadah yang memang telah di berlakukan dalam Al Quran dan hadis?
Subhanallah bukan kiranya Allah mencintai hal-hal yang indah dan suci. Apakah hanya sebatas itu seorang wanita maupun seribu wanita mengharapkan bahwa Allah harusnya membuat mereka suci. Kita sadari memang surga ada ditelapak kaki ibu seorang wanita yang memiliki anak. Apakah surge seorang yagn belum memiliki anak tidak ada?
Seorang wanita mengeluhkan, kenapa dihari-harinya adanya waktu yang menghalangi untuk beribadah. Haid, menstruasi, itulah hal yang membuat wanita tanpa sadar atau tidak sering mengeluh. Sakit, repot dan merasa jijik keadaan yang sebenarnya menyehatkan diri pada wanita jika bisa terjadi secara berkala dan stabil. Dengan menstruasi maka wanita bisa merasa kembali seperti baru dan akan lebih baik secara psikis dengan disikapi yang wajar dan sabar tentunya.
Dalam masa ramadhan ada juga hal-hal yang membuat wanita makin mengeluh jika ia ingin secara penuh puasa selama bulannya penuh. Akan tetapi pada masa normal wanita antara 18-40 tahun ia tentunya tidak bisa tidak untuk total berpuasa. Bagian yang ini sering membuat wanita merasa rugi karena harus mengganti, karena ditakutnya lupa atau memang karena takut tidak ada waktu untuk mengganti puasa. Maklumlah pada kesempatan di abad duapuluh hingga sekarang ataupun besuk wanita memiliki emansipasi keluar rumah bahkan mengembangkan potensi sebagai wanita karier, kesibukan yang dihadapi tentu membuat kecemasan tersendiri dalam menghadapi koshor puasa.

Sebenarnya jika melihat dari sisi lain, sebagai wanita yang tentunya memang bisa untuk berkarier akan lebih tepat melihat hambatan sebagai peluang. Allah tidak menutup kemungkinan untuk tidak memberikan pahala kepada orang yang berhalangan / haid. Yang Allah inginkan agar orang haid meniadakan ibadah fardu yang ditetapkan secara sah dalamn Al quran dan hadis. Maka pada saat ini ada suatu hadis bahwa menyiapkan orang dalam bersaur dan berbuka akan mendapatkan pahala yang sama. Hal ini harusnya menambah keilklasan seorang wanita muslimah yang mungkin berkarier bahwa setiap puasa buat saja untuk bisa menyiapkan saur dan buka puasa, tentunya saat diperbolehkan puasa juga selalu berpuasa. Dan jika tidak maka bisa mendapat dua kali pahala disaat sang wanita tadinya selalu mendapatkan pahala saat ramadhan sepertihalnya orang yang penuh berpuasa, dan disaat menggantikan puasa yang diwajibkan saat ramadhan. Karena puasanya berhalangan diganti hari lain diapun mendapat pahala puasa seperti layaknya puasa disaat bulan ramadhan. Sungguh luar biasa perjuagnan seorang wanita. Pantaslah hal ini menjadikannya mendapat prioritas dari Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar