KELUARGAKU
Aku
sangat bersyukur karena Allah menitipkan aku pada keluarga dan lingkungan yang
baik. Aku adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Aku memiliki seorang kakak
perempuan yang bernama Elis dan seorang adik laki-laki bernama Ibnu. Kedua
orang tuaku telah berjuang keras membesarkan aku dan kedua saudaraku dengan
baik. Mereka merawat, mendidik, dan memberikan kasih sayang yang berlimpah
kepada putra-putrinya. Bapak dan Ibuk, terimakasih banyak atas segala limpahan
perhatian dan cintakasihmu pada kami anak-anakmu. Semoga Allah memberkahi keluarga
kita. Aamiin…
Aku
dan keluargaku tinggal di sebuah desa kecil di daerah Tasikmadu yang masih
berada dibawah Kabupaten Karanganyar Tenteram. Daerah Tasikmadu ini terkenal dengan Pabrik Gulanya yang sampai
sekarang masih eksis dalam produksi gula. Pabrik ini merupakan peninggalan
orang-orang Belanda saat menjajah di Indonesia. Beberapa rumah penduduk yang
berada disekitar pabrik ini juga sangat kental dengan gaya dan nuansa bangunan
ala negeri kincir angin itu. Dari lokasi Pabrik Gula Tasikmadu hanya butuh
sekitar sepuluh menit untuk sampai ke dusunku.
Dusunku bernama Dusun Celengan. Unik kan??
Hehe.. Sampai sekarang aku juga tidak tahu kenapa nama dusunku Celengan.
Mungkin saja dulu di dusun ini ada hewan celeng (babi hutan). Sayang
sekali sejarah desa ini tak ada yang melestarikan, maka dari itu sampai sebesar
ini pun aku tak tahu bagaimana sejarah dari dusun ini.
Dusun ini tidak begitu luas. Didalamnya hanya
ada tiga RT saja. Dusun yang kecil ini
dikelilingi lahan persawahan yang cukup luas. Maklum, kebanyakan penduduk
setempat berprofesi sebagai petani. Hehe. Rumahku berada di deretan paling
utara dari dusun Celengan ini dan menempati RT 01. Bapakku sendirilah ketua
RTnya. Bapakku bernama Sutarto. Dulu beliau bekerja menjadi seorang penjaga
sekolah di SDN 03 Kaling yang terletak berada di selatan dusunku. Namun kini
beliau sudah pensiun. Aku sangat beruntung memiliki bapak yang baik seperti
beliau. Meski bapakku memiliki jenis suara yang keras, namun bapakku bukanlah
orang yang kasar. Bapak adalah seorang yang sabar, pekerja keras, jujur,
pemaaf, murah hati dan suka menolong. Bapak jarang sekali mengeluh. Meski dalam
keadaan sesulit apapun, bapak hampir tidak pernah berkeluh kesah.
Aku
dan mbak Elis memiliki selisih umur 3 tahun dan memiliki selisih umur 8 tahun
dengan si Ibnu. Saat itu si Ibnu mulai masuk SD, aku masuk SMP, dan si mbak
masuk SMA. Pun saat aku lulus SMP dan si mbak lulus SMA juga berada di tahun
angkatan yang sama. Aku tahu saat-saat itu biaya pendidikan aku dan
saudara-saudaraku melonjak tajam dan sedikit banyak bapak dan ibuk pasti
mengalami kesulitan. Namun mereka berusaha untuk tidak mengeluh dan memutus
harapan putra-putrinya untuk terus bersekolah. Selain sabar dan tidak suka
mengeluh, bapak juga orang yang suka menolong. Bahkan bapak rela berhutang
untuk meminjami saudaranya yang membutuhkan. Kadang-kadang bapak
sembunyi-sembunyi dari ibuk kalau memberi bantuan kepada orang lain atau kepada
saudaranya karena jika ketahuan ibuk, pasti ibuk mengomel. Ibuk mengomel bukan
karena tidak suka bapak berbuat baik, tapi terkadang bapak itu kalau memberi
bantukan juga terlewat batas. Dirinya dan keluarganya saja lagi kesusahan, tapi
malah memberi orang lain gak perhitungan. Bapak memang orangnya sering tak
sampai hati jika melihat orang lain mengalami kesulitan. Dalam kesehariannya
beliau terlihat sangat sederhana, namun bapak sangat bijaksana.
Lain
bapak, lain pula dengan ibuk. Bapak dan ibuk memiliki selisih umur sepuluh
tahun. Ibukku adalah seorang wanita yang cantik. Beliau bernama Suwarti. Meski
sekarang umur ibuk sudah empat puluhan lebih, tapi masih terlihat cantik. Suatu
ketika ada tamu yang mencari bapak, tapi saat itu yang menemui tamu adalah ibuk
karena bapak sedang tidak ada di rumah. Si tamu itu mengira ibuku adalah anak
sulung bapakku. Saat ibuk bercerita seperti itu, aku dan bapak pun langsung tertawa geli. Si mbakku yang
gondok mendengar cerita itu. Karena ia merasa ndak terima kalau ibunya masih
kelihatan muda. Sering ketika si mbak dan ibuk pergi bareng, banyak orang yang
mengira kalau mereka adalah kakak beradik. Itulah mengapa si mbak Elis ndak
suka jalan-jalan atau bepergian bareng ibuk. Sungguh menggelikan perilaku
kakaku itu.
Jika
dibandingkann dengan ayah, ibu lebih cerewet, suka ngomel dan marah-marah. Apa semua
ibu suka ngomel dan marah-marah??? Sungguh menyebalkan. Sering sekali aku di
marahi ibuk. Aku akui sih, aku memang sering membuat ibuk marah. Aku sering
malas melakukan pekerjaan rumah, ndak suka rapi-rapi, bahkan lebih sering
membuat rumah jadi berantakan, bangun kesiangan, sholat mengulur-ngulur waktu,
boros air saat di kamar mandi, lama kalau mandi dan juga banyak tidur. Itulah
serentetan kelakuanku yang membuat ibuk tak henti-hentinya mengomel dan
marah-marah. Tapi beginilah aku. Aku ini tipe orang yang tidak suka dipaksa,
tidak suka dilarang, dan berbuat semau dan seinginku sendiri. Aku tak suka jika
ibuk marah-marah padaku menyuruh nyuci atau ngepel misalnya. Namun saat mood
dan suasana hatiku lagi bagus pasti tanpa disuruh pun aku kerjakan semuanya.
Tapi sayangnya aku sering gak mood, alhasil hampir tiap hari aku harus
rela kalau telingaku menjadi panas karena mendengarkan ibuk marah-marah atau
ngomel. Sebenarnya aku juga ingin mengilangkan sifat-sifat burukku itu, tapi
sulit sekali. Ntah sampai kapan sikap-sikap burukku itu bisa hilang. Ibu,
maafin aku ya…. Sungguh bukan maksud hati ini untuk membuat engkau marah-marah.
Tapi disisi lain anakmu ini juga ingin berubah dan membuang sikap-sikap buruk
itu. Ketahuilah wahai ibuku, ini bukan hal yang mudah bagiku, jadi aku mohon
bersabarlah menghadapiku.
Nama adalah do’a
Sabtu,
28 April 2012. Usiaku kini tepat seperlima abad. Genap sudah dua puluh tahun
aku menghirup udara bumi ini. Berbagai adegan
kehidupan telah kulalui. Senang, sedih, bimbang, cemas dan takut silih
berganti kurasakan. Waktu berjalan begitu cepat. Detik demi detik, hari demi
hari, siang dan malam pun silih berganti terasa begitu singkat. Dua puluh tahun
berlalu namun rasanya seperti baru kemarin aku lahir, baru kemarin aku masuk
sekolah dasar, dan baru kemarin lulus SMP kemudian masuk SMA. Namun kini aku
telah berada di bangku kuliah. Sungguh kini
aku telah semakin tua.
Bahagia,
senang, cemas dan juga khawatir. Mungkin hal itu yang dirasakan orang tuaku -terlebih
oleh ibuku- duapuluh tahun silam saat menanti kelahiranku. Bahagia karena
menanti kelahiran buah hatinya namun juga cemas serta khawatir karena
mengandung dan melahirkan bukanlah suatu perjuangan mudah. Hal tersebut
merupakan perjuangan yang berat, bahkan nyawa yang menjadi pertaruhan.
.
Aku tak tahu bagaimana keadaan saat aku dilahirkan. Menurut cerita bapak dan
ibu, aku lahir dimalam hari pada saat listrik padam dan disertai hujan turun
dengan lebat. Sesuai perkiraan, ibu akan melahirkan sekitar dua bulan lagi
karena saat itu usia kandungan ibu baru memasuki tujuh bulan. Namun takdir
berkata lain, tepat di hari senin malam selasa pahing tanggal 28 April
1992 sekitar pukul 23.35 WIB aku
terlahir ke dunia ini.
Sungguh
aku sangat berterimakasih pada kedua orang tuaku. Membayangkan saat-saat
kelahiranku, sudah dipastikan bapak dan ibu benar-benar repot luar biasa.
Bayangkan saja, aku lahir disaat yang belum seharusnya aku lahir, sehingga tak
banyak persiapan yang dilakukan bapak dan ibuk. Saat itu juga listrik padam dan
hujan begitu lebat. Kondisi ini membuat semakin sulit untuk membawa ibuk ke
bidan maupun rumah sakit. Alhasil dengan bantuan dukun bayi di desaku dan
peralatan seadanya akhirnya aku bisa lahir dengan selamat.
Kebanyakan
orang tua memberikan nama kepada anaknya sesuai dengan sejarah kelahirannya.
Begitu juga orang tuaku, beliau memberiku nama Dyan Pratiwi. Bapak memberiku
nama dyan karena saat itu aku lahir saat listrik padam, dan keadaan pun begitu
gelap. Kata bapak, dyan itu dari kata dian atau dimar (teplok)
artinya pepadang,, atau penerang. Sedangkan Pratiwi dirangkai
dari tiga suku kata: pra yang berarti sebelum, hal ini karena aku lahir
di saat yng seharusnya belum waktunya (premature); kemudian ti diambil
dari suku kata terakhir nama ibuku, Suwarti. Dan wi diambil dari suku
kata awal nama simbah kakung, Wito. Kata pratiwi juga dapat diartikan
bumi. Dengan nama itu, mungkin bapak berharap kelak aku bisa menjadi orang yang
bisa menerangi serta memberikan kemanfaatan untuk orang-orang yang ada di bumi,
disekitarku.
Itulah
filosofi dari namaku seperti yang diceritakan bapak. Tapi kata bulik -sebutan
untuk saudara perempuan dari bapak atu ibu- ibuku member nama tersebut karena
dulu beliau mengagumi seorang penyiar radio yang juga bernama dyan pratiwi.
Terlepas dari apapun alasan mereka memberi nama tersebut padaku, yang jelas aku
yakin bahwa setiap orang tua memberikan nama yang bagus dan indah kepada
anak-anaknya. Begitu juga dengan orang tuaku, mereka memberiku nama yang baik
dan dengan harapan yang baik pula. Dan yang terpenting, aku ingin bisa
mewujudkan harapan mereka, itulah harapanku.
BAYI BOTOL
Setiap
ibu yang baru melahirkan pastilah merasa bahagia dan senang luar biasa serta merasa
ingin segera melihat dan memeluk bayinya untuk memberikan khangatan sang buah
hati. Namun tidak dengan ibuku, kata bapak, setelah beberapa hari aku
dilahirkan barulah ibu memeluk dan menyusuiku. Hal tersebut bukan karena ibu
membenciku atau tidak menerima kehadiranku karena aku lahir sebagai bayi
perempuan -karena ibu menginginkan bayi laki-laki setelah sebelumnya melahirkan
kakakku yang juga perempuan tiga tahun sebelumnya-, namun hal itu karena ibuku
belum berani menyentuhku. Kulitku terlalu tipis dan besar badanku hanya sebesar
tangan bapakku. Saking tipisnya kulitku saat itu, bahkan ada yang mengatakan
dulu aku terlihat seperti cindil (bayi tikus) yang baru lahir.
Mungkin
sedikit sulit dipercaya kini aku bisa tumbuh dengan baik. Dulu banyak yang
menyangka aku tidak bisa bertahan hidup karena -tidak seperti bayi premature
pada umumnya yang setelah lahir di berikan ditempat khusus dengan alat-alat
khusus pula untuk bisa mendukung pertumbuhannya- setelah dilahirkan sampai
beberapa hari setelahnya untuk mendapatkan kondisi yang hangat aku hanya dengan
detempelkan di dada bapak. Jika sesekali ditinggal bapak, maka untuk
menghangatkanku dilakukan dengan menaruh botol-botol yang berisi air hangat di
samping tubuhku. Begitulah memang jika Tuhan telah berkehendak, meski dengan
peralatan yang seadanya aku tetap bisa bertahan.
KENAKALANKU
Dengan
perawatan, perhatian dan kasih sayang kedua orang tuaku, aku pun tumbuh dengan
baik. Aku tumbuh menjadi anak yang sehat, ceria, bahkan super nakal dan sulit
di atur. Dulu waktu kecil aku terkenal di dusunku sebagai anak yang nakal,
cengeng, dan juga merepotkan. Kalau sudah punya keinginan, maka tak ada yang
bisa melarang. Harus dituruti! Jika
tidak, maka aku akan mmerengek dan menangis sejadi-jadinya. Kalau sudah
menangis, pasti anak-anak lain dan teman-teman bermainku pada melihatiku
seperti tontonan yang menarik. Tangisku sangat kencang dan juga super lama. Hal
ini membuat orang tuaku kelabakan. Walhasil, mau tak mau mereka pasti menuruti
kemauanku.
Aku
senang sekali jika diajak bapak bepergaian atau sekedar keliling-keliling
kampung dengan motor ataupun sepeda ontel. Dan aku tak suka jika ketinggalan
saat-saat seperti itu atau sengaja ditinggal oleh bapakku. Ibuku adalah seorang
karyawan di sebuah pabrik tekstil yang terkenal di Karaganyar. Suatu ketika
bapak pergi menjemput ibu yang pulang dari pabrik tempat dimana beliau bekerja.
Karena saat itu aku sedang pergi main dengan teman-teman, maka bapak tidak
mengajakku. Padahal biasanya aku selalu merengek ikut kalau bapak mau mengantar
dan menjemput ibuk. Waktu itu aku pulang ketika bapak belum sampai dirumah. Akupun tak
terima karena bapak tidak mengajakku untuk menjemput ibuk. Akupun mulai marah
dan menangis, menangis, dan menangis sampai bapak dan ibuk sampai di rumah. Dan
sesampainya mereka di rumah akupun meraung-raung, menangis tak keruan dan
meminta ibuk balik lagi ke pabrik biar aku bisa ikut pergi menjemputnya. Juga
saat ibu pergi jagong (menghadiri hajatan) dan aku tidak diajak, pasti
aku marah dan ngamuk agar ibuk mengembalikan berkatan (oleh-oleh) yang
diterimanya dan aku memintanya untuk jagong ulang. Tidak itu saja, ketika pergi kemanapun dan
aku tidak diajak ikut, maka aku akan marah-marah dan menyuruh mengulangi kejadian
itu supaya aku bisa ikut. Hehe
Ada
lagi hal yang serupa dengan kejadian itu. Saat itu adalah musim tanam padi atau
yang sering disebut dengan musim tandur pari. Seperti sawah para petani
yang lainnya, sawah yang digarap bapakku
pun juga mulai ditanami. Biasanya kalau tandur para petani meminta bantuan
ibu-ibu tani yang tak lain adalah ibu-ibu tetangganya maupun tetangga dari desa
lain. Saat itu pun bapak juga melakukan hal yang sama. Saat hari mulai siang,
orang yang punya kerja tersebut akan menyiapkan makan siang bagi ibu-ibu yang
tandur tadi. Waktu itu ibuku memilih untuk hanya memasak nasi sendiri tapi lauk
dan sayurnya instan, alias beli yang siap santap. Dan ibu memilih membeli soto,
dan lauk pauk seperti tahu, tempe dan kerupuk atau rambak untuk makan siang
para ibu-ibu yang tandur tadi. Saat membili soto dan lauk-pauk itu aku tidak
diajak karena sedang tidur. Waktu bangun aku pun marah—marah dan nangis tak
terima karena tidak diajak ibuk pergi membeli soto dan lauk pauk. Sambil
menangis aku pun meminta ibuk mengembalikan semua yang dibeli tadi dan
mengulangi semua kejadian sehingga aku bisa ikut untuk pergi membeli itu semua
tadi. Tapi yang membuat tambah runyam semua makanan itu tadi sudah dikirim ke
sawah buat makan siang para petani. Tanpa pikir panjang akupun berlari ke sawah
yang letaknya berada di selatan dusunku. Aku tak malu meski saat itu para
tetangga dan anak-anak seusiaku pada melihat aksiku berlari-lari sambil
menangis seperti orang dikejar setan. Aku juga tak peduli ibuku dan bulek pada
ikut berlari mengejar-ngejar aku. Begitulah aku kalu sudah marah dan mengamuk.
Sesampainya disawah akupun langsung turun dan berlari di galengan
(pematang sawah) yang sempit dan masih basah. Ketakutan untuk takut jatuh atu
terpelesetpun tak aku hiraukan. Yang jelas aku ingin mendapatkan makanan-makanan
sebelum semuanya di santap dan dilahap para petani itu. Aku tepat waktu! Para
petani itu belum memakannya. Akupun langsung bergegas menambilnya dan
membawanya kembali kerumah. Para petani itu hanya terheran-heran melihat aku
yang masing menangis dan bertingkah seperti anak yang kesurupan. Sesampainya
dirumah aku langsung membuang semua makanan itu. Soto, tahu, tempe, dan makanan
yang lainnya pun kini bertebaran di tanah. Bagitulah kisah kenakalanku waktu kecil.
Ada
lagi kisah kenakalanku yang lain. Jika aku memanggil-manggil bapak ataupun ibuk
dan mereka tidak kunjung dataang, ssudah
dipastikan aku pasti akan mengamuk,
membanting barang-barang maupun memberantakin apa saja. Saat itu ibuku lagi
mencuci piring, akupun memanggil-manggil ibu. Satu kali, dua kali, tiga kali
dan akhirnya pun aku menangis kesal. Setelah ibu selesai mencuci piring gelas,
dan alat-alat dapur lainnya barulah beliau meenghampiriku. Tapi aku sudah
terlanjur kesal dan menangis. Akupun marah dan berlari kedapur. Semua yang baru
saja dicuci ibu aku ambil dan aku taruh di lantai dapur yang saat itu masi
berupa bata yang di jajar. Barang-barang yang baru dicuci ibu pun jadi kotor
lagi. Akupu dimarahi ibuk. Tapi aku tak peduli, yang penting aku bisa
melampiaskan kekesalanku dan kemarahanku.
Sungguh
saat kecil dulu aku ini sangatlah nakal. Jago nangis, suka ngamuk, sering
bantingin barang-barang dan masih banyak lagi. Mungkin dulu bapak dan ibuku
juga geregetan pada sifat-sifatku. Tapiaku sungguh beruntung, senakal apapun
paling-paling bapak atau ibuk hanya memarahiku. Mereka jarang sekali, bahkan
hampir tidak pernah memukulku. Mungkin itulah yang membuat rasa takutku hilang
dan kenakalan pun menjadi-jadi.
TAMAN KANAK-KANAK
Kenakalanku
lambat laun, sedikit demi sedikit pun berkurang saat aku mulai memasuki usia
sekolah. Kebiasaanku menangis karena ditinggal bapak atau ibu pergi sudah mulai
berkurang karena aku sudah mulai punya banyak teman. Kebiasaan yang masih belum
bisa aku hilangkan adalah ngedot dan menyusu pada ibu. Saat sudah masuk di TK
pun kebiasaan belum bisa dihentikan. Aku ingat dulu ibu membawaku kepada
seseorang tua yang dianggap pintar dalam menyapih bayi dari menyusu pada
ibunya. Tapi usaha itu sia-sia. Meski sudah disapih aku tetap saja tak bisa
melepas total untuk menyusu pada ibu. Ibupun cari cara lain, yakni dengan
mengolesi putingnya dengan jamu biar aku kapok. Tapi usaha itu pun juga
sia-sia. Usaha lainnya adalah mengolesi putting susu ibuku dengan biji mahoni
yang terkenal pahit. Tapi tetap saja tidak mempan. Meski awalnya aku kepahitan,
tapi aku langsung marah kesal dan menyuruh ibu untuk membersihkan putingnya.
Dan aku pun menyusu lagi meski air susu ibuku sudah tak lagi keluar. Akhirnya
ibuku menyerah dan membiarkan aku tetap menyusu. Dan kebiasaan ini benar-benar
aku hentikan setelah kelas satu SD. hehe
Aku
masuk TK sekitar umur lima tahun. Aku senang sekali saat memasuki bangku
sekolah. Di TK aku diajar oleh dua guru yang sangat baik dan cantik, beliau
adalah Ibu Suliyati dan Ibu Giyarti. Mereka mengajar aku dan teman-temanku
untuk berhitung, membaca, menggambar, danj juga bernyanyi. Masa-masa ini sangat
menyenangkan. Rasanya tidak ada beban dan masalah. Saat lelah belajar, kami pun
bermain-main di halaman sekolah. Main ayunan, jungkat-jungkit, kuda-kudaan, bahkan
juga bermain-main di sawah dan semak-semak yang ada di sekeliling sekolah.
Aku
belajar dengan baik dan tidak mengalami kesulitan yang berarti di jenjang ini.
Aku dengan mudah bisa menghafal angka, huruf, berhitung, menggambar, bernyanyi,
dan menghafal beberapa nama pahlawan. Aku sangat senang dengan pelajaran
menggambar dan mewarnai, bahkan saat TK aku sudah mampu menggambar bangun ruang
seperti kubus dan balok. Awalnya aku melihat kakaku yang sudah duduk di kelas
tiga SD sedang belajar mengerjakan PRnya. Saat itu ada gambar-gambar yang unik
di buku kakakku. Akupun ikut-ikutan mencontoh dan menggambar gambar-gambar
dibuku itu. Setelah aku tanyakan kepada kakaku ternyaata namanya balok dan
kubus.
Saat
pelajaran menggambar pun aku menambahkan beberapa gambar balok dan kubus di
buku gembarku kemudian mewarnainya dengan berwarna-warni. Teman-temanku pun
akirnya juga tertarik dan menyukai gambar-gambarku. Akhirnya mereka pun ikut
ikutan menggambar, tapi karena mereka belum bisa, ujung-ujungnya akulah yang menggambarkan
di buku gambar mereka.
Biasanya
teman-temanku belajar di tingkat TK selama dua tahun, tapi aku beruntung karena
aku sudah bisa lulus meski baru satu tahun aku belajar di TK. Ada perasaan
senang dan juga sedih. Senang karena bisa segera masuk SD –itulah cita-cita dan
keinginan setiap anak yang duduk di bangku TK- dan sedih karena meninggalkan
berbagai permainan dan kesenangan belajar di TK.
Masa-masa SEKOLAH DASAR
Bahagia
sekali aku karena kini aku telah menyandang
gelar sebagai anak SD. Gelar yang sangat aku nanti-nanti saat aku duduk
di bangku TK dulu. Kini aku memiliki lebih banyak teman. Kalau di TK hanya ada
dua kelas –kelas A dan B- sekarang ada enam kelas. Suasana pun lebih meriah dan
ramai. Seragamku juga berubah dari yang putih-biru laut kini menjadi
putih-merah dan coklat muda- coklat tua. Sekarang pelajaranku juga bervariasi,
ada pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, PPKN, Agama, dan tak
ketinggalan pula pelajaran yang aku sukai yakni, menggambar. Sekarang setiaap
hari Senin juga ada upacara bendera dan juga pramuka yang di TK belum ada. Ini
benar-benar dunia baru bagiku. Dan aku sangat senang dan menikmati dunia baruku
ini.
Belum
ada kendala yang berarti di kelas satu. Aku dapat mengikuti pelajaran dengan
baik mulai dari Matematika sampai pelajaran keterampilan dan meggambar. Saat
ujian catrwulan pertama aku bisa meraih juara dua. Meskipun aku tidak bisa
meraih juara pertama, aku tetap bersyukur dan senang sekali karena aku bisa
mengalahkan empat puluh enam temanku yang lain, walau aku juga belum bisa
mengalahkan temanku yang meraih peringkat pertama, namanya shinta. Di ujian
catur wulan kedua prestasiku meloraot jadi berada diposisi ketiga. Kini posisi
pertama diduduki oleh temanku, namanya Aji. Dan peringkat kedua diduduki oleh
Shinta. Ibu pun marah karena aku tidak bisa mempertahankan prestasiku. Kemudian
di catrurwulan ketiga aku bisa menduduki juara kedua lagi. Kini aku bisa
mengalahkan Shinta, tapi Aji terlalu kuat untuk dikalahkan. Sampai ujian kelas
enam pun peringkat prestasi belajarku dan Shinta selalu kejar-kejaran. Tapi
selama aku menduduki bangku SD aku tak pernah bisa menduduki peringkat pertama.
Banyak
pengalaman yang aku dapatkan selama aku duduk di bangku SD. Di tingkat inilah
aku belajar menyulam, membuat stampel dari kentang atau wortel, membuat pot
bunga, membuat dan juga membuat hiasan dinding dari sedotan yang dibentuk
menjadi bunga. Selain itu di SD pula aku mulai diajari untuk bisa belajar hidup
mandiri melalui pramuka dan juga kemah. Pengalaman lain yang menyenangkan
bagiku adalah dulu saat kelas enam aku pernah meraih juara tiga lomba
gambar dan saat kelas lima dalam lomba
memasak, kelompokku bisa menyabet juara pertama. Kegiatan-kegiatan perlombaan
itu dilakukan saat jeda smester atau caturwulan. Sungguh itu semua pengalaman
yang sangat berharga untukku.
pengikut ELISISME
Aku
senang sekali punya kakak yang baik, mbak Elis namanya. Banyak kenanganku
bersamanya. Kami banyak menghabiskan waktu untuk bermain dan belajar
bersama-sama. Mbak Lis –begitu panggilannya- sering mengajakku bermain
bersama-sama. Banyak permainan yang ia ajarkan padaku, antara lain bermain
lompat tali, lempar gelang karet yang dipilin, karambol, main kelereng, dhelikan,
gobak sodor, sampai dakon dan gatheng.
Waktu
kecil aku dan kakakku senang sekali ikut bapak pergi mencari rumput untuk pakan
sapi milik bapakku. Biasanya bapak mencari rumput di sekitar sawah dibelakang
rumah atau di dekat perkebunan tebu di urtara dusunku. Kadang kami berdua ikut
mencari rumput, tapi kami lebih sering bermain main. Kami mencari rumput
jago –semacam rumput yang memiliki sejenis tonjolan yang berisi rumput daun
yang lebat dan memiliki semacam batang yang menjalar dan menghubungkan dengan
rumput-rumput yang lain- untuk diadu
kekuatannya. Biasanya sebelum kami mengadu rumput jago yang kami
peroleh, kami berlomba untuk mengumpulkan rumput jago sebanyak-banyaknya.
Setelah dapat banyak, kamipun mengadu rumput jago kami utuk saling serang.
Siapa yang kepala rumput jagonya patah, dialah yang kalah. Meski sederhana,
namun itu sangat menyenangkan. Saling berlomba, beradu kekuatan di hamparan
sawah yang luas dengan angin sore yang semilir sepoi-seepoi. Sungguh kenangan
yang menyenangkan.
Dulu
sepulang sekolah mbak lis juga sering mengajakku bermain di halaman rumah Bulik
Parmi. Bulik parmi memiliki halaman yang cukup luas, hampir setiap siang
sepulang sekolah, di halaman ini pasti banyak anak-anak berkumpul untuk bermain
bersama. Kami sering bermain dhelikan. Delikan adalah permainan yang
cara mainnya adalah anak yang kalah dalam gambrengan atau suit maka
dialah yang jaga. Yang jaga inilah matanya ditutup dan dihutung sampai sepuluh.
Kemudian anak-anak lain pada sembunyi. Setelah hitungan ke sepuluh maka mata si
anak yang jaga ini tadi kemudian dibuka lalu ia pun mencari teman-temannya yang
bersembunyi. Teman-temanku yang berhasil ditangkap tempat persembunyiannya
kemudian nanti gambrengan lagi. Dan yang kalah adalah yang jaga
selanjutnya. Begitulah permainan ini berlangsung sampai menjelang sore tiba.
Jika aku dan kakaku pulang terlalu sore maka ibuku yang beraksi untuk memarahi
kami dan menyuruh kami pulang, mandi dan sholat asar atau menyuruh kami mengaji
jika ada jadwal masuk TPA.
Dulu
aku sering ikut Mbak Lis pergi main ke kali atau di kebun milik tetanggaku
bersama teman-teman mbak Lis yang lain seperti Mbak Ita, Mbak Tri, Mb Nindri,
Mbak Wiwit. Kami terkadang juga pergi memancing di kali Cengkrik, padahal ibuk
sudah melarang kami bermain di kali ini. Kali ini berada di ujung barat dusun
kami. Jauh dari pengawasan masyarakat dan sangatlah sepi. Kata ibuk di sungai
itu ada buaya yang sewaktu-waktu bisa menerkam kami. Tapi sekarang aku tahu
bahwa cerita itu hanya karangan para orang tua agar anak-anaknya tidak
main-main disungai.
Mbak
Lis tidak hanya mengajak aku bermain-main saja, tapi juga mengajak aku pergi ke
langgar untuk belajar mengaji di TPA. Saat itu aku belum sekolah, seusai
bermain mbk Lis bergegas pulang aku pun ikut saja. Kemudian mbak lis mandi dan
buru-buru mau pergi TPA aku pun di ajak untuk pergi bersamanya. Masih ku ingat saat itu kami belajar di
sebuah rumah milik warga yang bernama Mbah Muh. Di rumah inilah kami belajar
mengaji dan juga melaksanakan solaht bersama. Saat itu di dusunku belum ada
masjid. Jadi rumah inilah yang kami sebut langgar. Seperti rumah orang jawa
dahilu pasti ada yang disebut mah ngarap (rumah bagian depan) danmah
mburi (rumah bagian belakang). Mah ngarep inilah yang dijadikan
sebagai langgar bagi warga dusun kami. Seingatku langgar ini sempat juga
berpindah ke tempat warga lain yang letaknya juga dekat dengan rumah Mbah Muh,
namanya Mbah wiro yang juga bentuknya mirip dengan rumahnya Mbah Muh.
Seingatku
waktu kecil dulu aku sering kali aku membuntuti mbak Lis. Aku senang sekali
melakukan berbagai kegiatan dengan kakakku, sampai sampai apa yang disenangi
oleh kakakku aku pun menyukainya. Mbak Lis suka warna pink, aku juga
ikut-ikutan menyukainya. Mbak Lis tak suka mentimun aku juga ikut tidak
menyukainya. Saat ditanya kalau sudah besar pengen jadi apa, Mbak Lis menjawab
ingin jadi dokter, tak ragu lagi aku pun juga ingin menjadi seorang dokter.
Sampai saat kakakku itu menetapkan untuk berjilbab saat SMP, aku pun mengikutinya, dan saat SMP aku pun juga
memutuskan untuk berjilbab. Padahal ibuku saja tidak berjilbab saat itu. Tapi
lama kelamaan ibu pun juga memutuskan untuk mengenakan jilbab. Untuk memilih
sekolah pun aku juga ikut-ikutan kakakku itu. Jadi aku SD, SMP, dan SMA
disekolah yang sama dengan kakakku. Tanpa aku sadari, saat itu aku telah
menjadi pengikut Elisisme. Hehe
AKU BENCI JADI PEREMPUAN
Kodrat.
Itulah istilah yang kini aku pahami sebagai suatu hal yang telah ditetapkan
oleh Sang Maha Pencipta kepada hamba-hambanya. Kini aku menyadari bahwa aku ditakdirkan
sebagai seorang perempuan. Mau tidak mau akupun harus menerima kodratku sebagai
perempuan. Terkadang hari kita memang merasa tidak menyukai apa yang telah
digariskan atas diri kita. Orang-orang seperti ini kebanyakan cenderung
menyalahkan Allah atas ketidaktirimaannya pada keputusan Allah. Dan itulah yang
dulu pernah aku alami.
Saat
itu aku baru duduk di kelas enam SD. Dan masih jelas dalam ingatanku saat itu
adalah hari Kamis tanggal 21 April 2004. Siang itu aku merasakan ketidakberesan
dalam diriku. Aku merasa tidak seperti biasanya. Perutku terasa sakit dan aku
juga merasa ada sesuatu yang keluar dari kemaluanku. Akupun berlari ke kamar
mandi, dan kulihat cairan merah. Aku merasa bingung harus bagaimana. Aku tahu
bahwa aku telah mengalami haid pertamaku. Aku tahu hal itu dari pengalaman
temanku. Ia bahkan mengalami haid pertamanya saat kelas lima.
Saat
pulang dari sekolah, mbak Lis menanyaiku kennapa tidak segera sholat Duhur. Aku
bingung harus menjawab apa. Pada akhirnya aku pun buka mulut dan menceritakan
pada mbak Lis. Dan mbk Lis pun cerita pada ibuk. Ibu pun mebmeritahuku bahwa aku harus
memapakai pembalu dan tidak boleh banyak bergerak. Aku sangat malu dan sedih.
Aku merasa tidak nyaman denagan statusku menjadi seorang perempuan.
Malam
harinya aku merasa tidak nyaman untuk tidur. Miring, tengkurap, terlentang,
semua posisi rasanya tidak nyaman. Jangankan tidur, berdiri dan dudukpun
rasanya sangat menyiksa. Perutku sangat sakit dan aku merasa seperti orang yang
ngompol. Mengeluarkan cairan merah tanpa bisa ditahan. Di sekolah pun aku masih
merasakan hal yang sama. Padahal aku pengen sekali bermain, berlari dan berkejaran
dengan teman-teman untuk main untrakol
saat waktu istirahat tiba. Tapi baagaimana mungkin aku bisa melakukannya.
Berkegak saja rasanya sulit apalagi berlari. Sungguh ini sangat tidak nyaman.
Saat itulah timbul rasa tidak terima dalam hatiku. Rasanya Allah itu tidak
adil. Ini sangat menyakitkan dan juga menyiksa bagiku. Dan seketika itulah aku
merasa benci pada diriku sendiri. Aku merasa benci jadi sorang perempuan. Namun
seiring berjalnnya waktu akupun mulai menerima kodratku sebagai seorang
perempuan dan mensyukuri apa yang telah Allah tetapkan atasku.
Masa SMP
Setelah
lulus dari Sekolah dasar aku pun mendaftarkan sekolah di salah satu SMP faforit
di daerahku, di SMPN 1 Tasikmadu, yang dulu juga tempat kakakku menuntut ilmu
saat SMP. Sekolah ini terletak tepat di barat pabtik gula Tasikmadu. Sekolah
kami sedikit menjorok ke bawah karena pengaruh letak geografi tanahnya yang juga
lebih rendah. Di sebelah timur sekolah itu berdiri kokoh sebuah bangunan yang
berbentuk seperti benteng pertahanan
yang juga disana ada sebuah pipa yang menjulang sangat tinggi, itulah PG
Tasikmadu. Karena hal itulah SMP ini terkenal dengan sebutan ”SMP sor pipo”.
Setelah
mengikuti alur pendaftaran yang lumayan rumit, aku dan teman-teman calon siswa
baru lainnya mengikuti ujian atau tes
masuk. Aku senang sekali karena dari akumulasi nilai EBTANAS dan juga tes masuk
aku bisa berada bisa lulus dan masuk sepuluh besar. Tepatnya aku berada di
urutan ke delapan. Aku senang sekali bisa masuk sepuluh besar dan bisa
mengalahkan ratusan calon siswa baru yang lainnya. Dan empat puluh siswa
terbaik di tempatkan di kelas VII D dari enam kelas parallel yang ada.
Di
SMP aku pun tidak banyak mengalami kendala serius dalam hal belajar. Aku pun
bisa mengikuti berbagai mata pelajaran tanpa mengikuti les tambahan di berbagai
bimbingan belajar seperti yang dilakukan sebagian teman-temanku. Nilai-nilai prestasiku pun bisa dikatakan
baik, meski aku tidak pernah meraih juara parallel. Aku pun bisa mempertahankan
nilai-nilaiku agar tidak merosot. Saat masa-masa SMP inilah semangat belajarku
meletup –letup. Aku pun mampu memahami dan menyukai pelajaran-pelajaran seperti
Matematika, Fisika, Geografi, bahkan PKN. Saat SMP aku pun juga belajar untuk
bisa mandiri dan tidak menyontek saat
ujian mid maupun smester. Dulu saat SD aku masih sering sesekali menyontek,
tapi mulai kelas delapan SMP aku mulai melatih diriku untuk mandiri dalam
mengerjakan ulangan maupun ujian. Maka aku harus memacu diriku untuk terus
belajar. Dan saat Ujian Akhir Nasional pun aku mampu mengerjakan sendiri semua
soal-soal yang di sediakan dan bisa mendapat nilai yang memuaskan. Aku
benar-benar bahagia dan merasa puas dengan usahaku saat itu.
Akselerasi Smansakra
Dengan
berbekal tekad, kemauan, dan juga harapan aku pun memberanikan diri untuk
mendaftarkan program akselerasi di salah satu SMA terfaforit di kabubaten
Karanganyar, yaitu SMAN 1 Karanganyar. Nama keren dari sekolah ini adalah
SMANSAKRA. Setelah memenuhi perlengkapan administrasi, ikud tes masuk, seleksi
dan tetekbengek nya akhirnya aku pun diterima. Hanya aku saja yang
alumni dari SMP 1 Tasikmadu. Ketiga belas yang lainnya semua berasal dari SMPN1
karanganyar yang notabene lebih wah dan lebih keren dari sekolahku.
Aku
menyadari ternyata teman-temanku tidak hanya orang-orang yang baik di bidang
akademis. Kebanyakan dari mereka juga berasal dari kalangan-kalangan orang kaya
dan berkedudukan tinggi. Ada temanku yang orang tuanya adalah seorang kepala
dinas pertanian di Karanganya, ada yang kepala sekolah, dokter, dosen, bahkan
rector di universitas ternama di Surakarta. Tak bisa aku pungkiri, aku yang hanya anak seorang penjaga SD pun merasa
minder dengan mereka. Akhirnya aku pun sedikit menarik diri dari mereka.
Hari-hari
selama dua tahun di SMA ini rasanya seperti dipenjara. Lingkungan teman-temanku
yang kurang membuatku nyaman, akhirnya berimbas pada prestasiku. Aku yang
dulunnya rajin belajar, kini menjadi kian malas. Dulu yang merasa senang untuk
bersekolah, kini sangat berat rasanya pergi ke sekolah. Aku pun sering
terlambat, tak konsentrasi saat pelajaran, malas mengerjakan tugas, dan rasanya
aku berubah menajadi orang yang sangat bodoh. Akhirnya aku pun menjadi orang yang pendiam, tertutup dan
tidak suka bergaul. Sungguh dua tahun di SMA membuatku terasa di penjara.
Disatu sisi aku mengalami kesulitan untuk bangkit mengembalikan semangatku untuk
belajar, dan disisi lain statusku sebagai siswa akselerasi menuntutku untuk
bisa ekstra dalam belajar.
UJIAN AKHIR NASIONAL
Memasuki
awal tahun sama dengan memasuki masa-masa paling sibuk, paling melelahkan, dan
merupakan waktu paling efektif untuk menguruskan badan bagi para murid yang
akan menghadapi ujuan akhir karana di wkatu itu seluruh energi, tenaga, dan
pikiran terkuras untuk persiapan menempuh ujian. Namun hukum itu hanya berlaku
untuk orang yang sungguh-sungguh. Dan hal itu tak berlaku untukku. Pada
bulan-bulan ini bukannya kumanfaatkan untuk belajar namun malah kemalsan yang
dasyat menimpaku.
Malas.
Sebuah kata yang mewakili suatu sikap dan perasaan yang tak ingin dan berat
berkorban untuk terpenuhinya kebutuhan.
Contohnya saja seperti yang ku alami sekarang, yakni malas belajar.
Sebuah perasaan tidak suka dan enggan untuk berkorban waktu, tenaga maupun
pikiran untuk terpenuhinya kebutuhanku akan ilmu dan kebutuhanku untuk bisa
lulus dengan nilai baik. Contoh lain adalah malas bekerja, ialah orang-orang
yang merasa enggan untuk mengorbankan tenaga maupun waktunya untuk berupaya
agar kebutuhan hidup terpenuhi. Pada dasarnya orang yang sedang terjangkiti
virus malas ini ingin mencapai tujuan –yakni dapat terpenuhinya kebutuhan-
tanpa harus berkorban dan berjuang. Orang-orang yang sedang mengalami fase
malas ini, sadar bahwa dia butuh akan terpenuhinya kebutuhannya. Namun seakan
ada suatu kekuatan yang luar biasa dan tak diketahui dari mana asalnya, yang
melenyapkan semangat dan kemauan dalam diri seseorang.
Jika
rasa ogah-ogahan, nglokro, lemas, dan gak semangat mulai kita rasakan,
maka perlu diwaspadai karena itualah tanda-tanda orang yang diserang virus
malas. aku sendiri belum bisa memastikan bagaimana cara mengusir rasa malas.
Namun saat kita malas alangkah baiknya jika ada teman, sahabat maupun saudara
yang menyemangati dan memotivasi kita untuk bisa mengurangi bahkan
menghilangkan rasa malas tersebut. Karena jika kita hanya mengandalkan diri
sendiri untuk mengusir rasa malas biasanya tidaklah mudah. Bgaimana mungkin
orang yang lagi malas, nglokro, dan gak punya semangat bisa menyemangati
dirinya sendiri??? Mungkin bisa –karena didunia ini apa sih yang tak mungkin?!
Semuanya mungkin-mungkin saja.hehe…- namun kemungkinan untuk bisa memberikan
penawar malas sangatlah kecil jika dibandingkan dengan mendapat masukan dan
motivasi dari orang-orang yang juga memiliki semangat dan motivasi yang baik
(sok tau….hehe).
Di
saat-saat seperti inilah kehadiran seorang sahabat sangatlah penting. Namun
waktu itu aku tidak memiliki sahat yang membuatku bisa nyaman dengan
keberadaannya. Alhasil aku malah semakin terpuruk dalam kemalasan.
Waktu
pun berlalu begitu cepat. Hari ujian nasional tinggal menghitung jari.
Ketakutan, cemas dan kekhawatiran akan kemungkinan tidak lulus ujian pun mulai
terbayang dibenakku. Saat itulah aku mulai untuk mempelajari materi-materi
pelajaran. Namun sudah terlambat untuk bisa mempersiapkan ujian dengan baik.
Materi-materi yang menumpuk rasanya tak ada yang nyantol dipikiran, bahkan
materi-materi yang dulu sudah kupahami sekarang seakan-akan menguap begitu
saja, bagai daun-daun yang rontok tak bersisa. Aku pun mulai panik, cemas, dan
kalang kabut gak karuan. Kini stress lah yang sekarang menjangkitiku.
Mendekati
hari H ujian nasional aku berusaha belajar kebut instan. Sedetik pun terasa
begitu berharga. Kini aku bersaing dengan waktu. Namun kekuatan, tenaga,
pikiran dan otakku rasanya tak mampu menang saing melawan sang waktu. Sekarang
keberuntunganlah yang aku nanti. Karena sepintar apapun, seserius apapun dan
sekeras apapun orang berusaha namun mereka tetap tak bisa menyaingi orang yang
beruntung. Maka dari itu, do’a lah yang kini kian gencar kupanjatkan kepada
Dzat Yang Maha Mengaruniai Keberuntungan untuk hamba-hambaNya.
Hari
H Ujian Nasional tingkat SMU pun tiba. Aku tak mampu pmengusir rasa cemas, khawatir
dan ketakutan yang muncul dan menguasaiku. Sungguh rasanya ingin lari, namun cepat-cepat
ku usir perasaan itu karena apa boleh buat, toh lari dari persoalan ini pun
tidak akan membuat keadaan menjadi lebih baik. Bahkan hanya memperburuk
keadaan. Aku pun menguatkan diri meski aku tak mampu menghilangkan kekhawatiran
yang menguasaiku.
Sebelum
mulai ujian, aku berdo’a dengan pendalaman tingkat tinggi. Begituu juga
teman-teman sekelasku. Kami saling berdiri melingkar dan bergandeng tangan
erat-erat untuk memohon pertolongan Sang Maha Memberi Pertolongan, Allah SWT.
setelah itu kami pun masuk ruang ujian dan mulai bertempur dan berjuang.
Nasib
kini sedikit menghantarku pada kemudahan dalam menghadapi masalahku. Saat
ujian, ternyata teman-temanku masih memiliki jiwa sosial yang cukup baik.
Mereka mau membantuku untuk bisa menyelesaikan sekian banya soal-soal ujian. Adanya
alat komunikasi yang semakin canggih pun turut memperlancar misi sosial ini. Empat
hari berlalu, dan masa-masa perang dan pertempuran menghadapi ujian nasional
pun juga telah terlewati. Sunggu aku tak bisa menyembunyikan rasa berdosaku
karena aku telah berbuat tidak jujur dalam ujian. Ya Allah, Ya Tuhanku hamba
benar-benar mohon ampunanmu karena kecuranganku dalam ujian ini. Dan melalalui tulisan ini, saya minta maaf yang
sebesar-besarnya kepada ibu-bapaku, guru-guruku, mentri pendidikan nasional
Indonesia, dan kepada Rasulullah SAW serta
kepada makhluk di seluruh alam raya ini. Semoga dengan permintaan maaf ini
Allah SWT berkenan mengampuni dosa dan kesalahanku. Aamiin…
LULUS!!!
Takdir
laksana kawasan segitiga bermuda, misteriuns! Kemisteriusan takdir itulah yang
membuat manusia untuk bersikap optimis dan mau bekerja keras. Kemisteriusan takdir
ini pula yang memberikan kekuatan kepada orang-orang yang berputus asa dalam
semua usahanya yang merasa nasibnya telah diujung tanduk untuk memiliki harapan
akan dibawa oleh takdir kepada keberuntungan. Begitulah yang juga aku rasakan.
Aku merasa sangat takut dan juga cemas menunggu hasil nilai ujianku. Aku
benar-benar merasa takut jika tidak lulus. Nasibku mungkin memang seperti telur
yang ada diujung tanduk. Dan berharap ada bantalan empuk di bawah tanduk itu,
sehingga jika pun aku terjatuh aku tetap bisa merasakan kenyamanan. Begitulah
aku juga berharap takdir baik
menghampiriku.
Setelah
sekian lama aku menunggu, berdoa, cemas, dan khawatir akhirnya hari pengumuman
itu pun tiba. Aku sangat lega ketika bapak pulang dari mengambilkan hasil Ujianku
dan mengetahui aku lulus. Aku sangat bahagia, meski hal itu tidak kudapatkan
dengan jujur, tapi aku tak bisa memungkiri ada rasa lega luar biasa dalam
hatiku. Dan setelah aku cermati nilai-nilaiku ternyata tak seburuk dugaanku,
bahkan rata-rata nilai ujianku bisa mencapai angka delapan lebih sedikit. Kali
ini nasib mujur sedang berpihak padaku. Terimakasih Ya Allah, meski aku telah
melakukan ketidak jujuran, tapi Engkau masih berkenan untuk mengabulkan do’aku
untuk bisa lulus.
AKU
INGIN TETAP BERSEKOLAH
Aku
percaya pada takdir. Baik keberuntungan yang menyenangkan, maupun
ketidakberuntungan yang terkadang menyedihkan. Yang jelas aku yakin bahwa
bagaimanamun takdir manusia setelah mereka berusaha semaksimal mungkin adalah
takdir yang baik menurut Allah. Tinggal masing-masing manusia bagaimana
menyikapi takdir yang Allah tetapkan tersebut.
Dulu
ketika aku berada di kampus ini, mungkin juga karena takdir. Waktu masih duduk
di SMA, tak pernah terpikir oleh ku untuk masuk kampus ini. Bahkan namanya pun baru ku tahu beberapa
hari sebelum aku mendaftarkan ke sekolah ini. STAIN Surakarta. Itulah namanya.
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri yang berada di daerah surakarta.
Aku tak pecaya saat memasauki kampus ini.
Hanya segelintir orang yang kulihat. Sangat berbeda dengan perguruan
tinggi-perguruan tinggi yang ku tahu, dimana ketika penerimaan mahasiswa baru
pasti suasananya sangat ramai dan tempat parkir penuh dengan berbagai macam
kendaraan. Salah seorang tetanggaku lah
yang menyarankan aku untuk mendaftar di kampus ini. Dan akupun mencoba
menjalani saran tetanggaku itu karma satu alasan : aku ingin tetap bersekolah
namun aku tak lolos dari sekian banyak test masuk perguruan tinggi yang ku
daftari. Mulai dari PMDK, SIMAK UI, SPMB, UMB STAN, dan bahkan sampai aku mencoba
Test Monbukagakisho –salah satu beasiswa untuk melanjutkan sekolah ke Jepang-
pun tak ada yang lolos. Sungguh menyedihkan diriku saat itu. Mungkin keberuntungan sedang tidak berpihak
padaku
Meski aku tak lolos dari sekian
banyak test yang aku ikuti, ada satu pelajaran penting yang ku dapat:
Pengalaman! Ya, pengalaman lah yang ku dapat. Mulai dari mendapat banyak teman,
lebih tau banyak tentang tempat, mental, keluarga, dan yang paling berkesan
adalah ketika ku bisa melihat secara langsung bagaimana cara kerja orang jepang
ketika tes Monbukagakusho di Auditorium Pusat Bahasa Jepang di Universitas UI.
Mulai dari cara berjalannya pun sangat berbeda dengan orang Indonesia apalagi
orang jawa yang kebanyakan tetap berpegang pada prinsip alon-alon penting
kelakon.
MASA-MASA MENJADI MAHASISWA
Di
sini, di Gedung Graha ini, kuingat dulu aku berdesak-desakan di pintu masuk
mengadu nasib untuk memasuki ruangan itu. Waktu itu adalah bulan Ramadhan,
lapar dan dahaga yang menyiksa ditambah dengan bau campuran keringat ratusan
orang yang menusuk hidung membuat perutku mual luar biasa. Tapi hal itu tak ku
hiraukan. Demi mendapatkan tandatangan dari panitia-panitia screening yang saat itu rasa
kemanusiannya hilang entah kemana, mau tak mau aku harus berjuang keras untuk
menerobos kerumunan mahasiswa-mahasiswa baru yang tak punya pilihan lain untuk
tidak melakukan hal ini. Sungguh menyedihkan keadaanku saat itu, kaki terinjak,
badan terjepit, sepatu lepas,dan bahkan leher tercekik gelayutan tangan-tangan
yang tak tahu aturan adalah derita yang harus aku lalui seperti ratusan
mahasiswa baru yang lainnya.
Itulah
awal pengalamanku saat awal menjadi mahasiswa baru. Rela berjubel-jubel
nengantri untuk screening demi mendapatkan tanda tangan para panitia
ospek sebagi persyaratan untuk mengikuti serangkaian kegiatan OSPEK. Banyak
pengalaman lain yang juga aku dapatkan dari kegiatan ini, mulai dari teman
baru, kos gratis dengan hanya tidur beralaskan selembar tikar, kebersamaan,
kekompakan, juga kebosanan mendengarkan berbagai ceramah dari
narasumber-narasumber yang di hadirkan oleh panitia ospek. Dari ospek inilah
aku mendapatkan seorang teman yang baik dan klop denganku. Namanya Mbak Fitri.
Mbak Fitri berusia dua tahun lebih tua dariku, ia adalah orang yang
membuatku merasakan artinya punya teman setelah hampir dua tahun lamanya aku tak
merasakan indahnya persahabatan saat di SMA. Pertemananku semakin erat dengan
mbk fitri setelah kami berada di kelas yang sama, kelas satu C. Di manapun, di
kampus ini jika ada Mbak Fitri, hampir
dapat selalu dipastikan ada pula aku disana. Bahkan aku merasa dia seperti
kakakku di kampus ini. Dia bisa memahami aku dengan baik. Dan itulah yang
membuat aku merasa nyaman di kampus ini.
Sungguh seorang sahabat sangatlah berpengaruh besar dalam hidupku.
Dulu bermula dari ketidaknyamananku dalam lingkungan persahabatan di SMA
membuat aku terpuruk, dan kini dengan kenyamananku dengan lingkungan dan
saabatku pun memberikan semangat positif bagi diriku, juga untuk prestasiku.
Aku merasa tidak begitu sungguh-sungguh dalam awal-awal
perkuliahanku, tapi aku tak menyangka bahwa aku bisa meraih indeks prestasi di
kelasku. Hal itu membuat semangatku kian baik, bahkan saat smester kedua aku
mampu mencetak IP hingga 3,80. Lagi-lagi aku bisa terbaik di kelasku. Saat
smester tiga, aku pun bisa masuk di kelas A, kelas yng notabenya buat mahasiswa
yang pintar, padahal sebenarnya tidak juga. Mbak Fitri pun juga bisa masuk ke
kelas A. Dari kelas C ada empat mahasiswa yang berhasil masuk ke kelas A, yaitu
Eko, mbak Endang, Mbak Fitri dan aku. Aku senang karena meski berpindah kelas,
aku tetap bisa bersama-sama dengan mbak Fitri.
Mbak Fitri sering sekali mengajakku mengikuti berbagai kegiatan di
Kampus bahkan di luar kampus, mulai dari ikut organisasi KAMMI, FORDISTA, Sekolah Kepemimpinan Mahasiswa, sampai BEM
jurusan Tarbiyah serta berbagai seminar. Karena sifatku yang suka ikut-ikutan
dengan orang yang sudah aku nyaman bersamanya, akupun ya ikut-ikut saja. Tapi karena aku juga orang
yang mudah bosan, maka aku tak bisa bertahan lama-lama. Satu persatu pun aku
mulai tidak aktif mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi itu. Hehe…
Pengalaman yang juga penting dalam hidupku adalah dulu waktu
liburan semester pertama. Saat itu mbak Fitri mengajakku mengikuti sebuah tringing
entrepreneurship. Dari trining itu aku mendapatkan sebuah semangat untuk
mewujudkan apa yang kita impikan. Harus berani memulai dan mencoba karena tanpa
memulai dan mncoba kita tak akan pernah tau apa yang akan terjadi. Kegagalan
yang sesungguhnya adalaah kegagalan untuk mencoba. Berawal dari semangat dan
juga keteladanan dari pembicara yang dihadirkan, akupun menerapkannya dalam
diriku.
Aku memiliki keinginan untuk bisa menjahit sejak SMP kelas
Sembilan. Hal itu berawal ketika pelajaran tata busana aku mendapat tugas untuk
membuat rok dan celana, tapi harus dijahit dengan tangan. Aku pun mengeluh
karena terlalu lama selesainya, kemudian aku berkeinginan untuk bisa menjahit
dengan mesin yang bisa lebih cepat dan mudah untuk membuat pakaian. Keinginan
itu hanya lah di angan-angan selama hamir empat tahun. Akupun mulai
memberanikan diri untuk mencoba mengikuti kursus jahit setelah mengikuti
seminar tadi. Awalnya ibu melarangku dengan beranggapan kalau-kalau kuliahku
akan kacau gara-gara aku ikut kursus itu. Aku pun mendaftar tanpa bilang-bilang
pada ibu dan dengan berbekal tabunganku yang tak banyak aku pun mengikuti
kursus menjahit.
Selang beberapa waktu, teman-temanku pun tahu kalau aku mengikuti
khursus jahit. Merekapun berbaik hati menawariku pekerjaan untuk membuatkan
pakaian, mulai dari rok, baju, hingga gamis. Hal itu memberiku kesempatan untuk
maningkarkan skil-lku dalam menjahit. Lambat laun pun ibu mengetahuinya.
Dan kini ibu tidak marah karena aku mngikuti kursus menjahit tapi beliau akan
marah jika aku malas berangkat ke tempat kursus.
Pengalaman yang juga aku alami saat kuliah adalah mengikuti
penelitian yang diadakan oleh Diknas Jawa Tengah. Hal ini bermula saat smester
dua dan tiga aku mengambil matakuliah semester atas, tepatnya mata kuliah
Metodologi Penelitian.. Aku masuk mengikuti perkuliahan kakak tingkat di kelas
C. Dua semerter itu aku selalu berhasil mendapatkan nilai yang baik. Mungkin
dari situlah, dua orang kakak tingkatku, Mas Fauzi dan Mbak Mus, tertarik
mengajakku untuk ikut bergabung dalam tim penelitian mereka. Kami pun lolos
dalam seleksi proposal, dan berhasil untuk didanai dari pihak diknas. Yang
membuat kami lebih senang adalah kami dapat lulus bebas skripsi, dan hanya
proses reviewer saja. (Teruntuk Mas Fauzi dan Mbak Mus, terima kasih banyak
karena kalian mau berbagi pengalaman dan menularkan ilmu-ilmu kalian untukku.)
Dan di tahun berikutnya, aku dan teman sekelasku dulu membentuk tim baru untuk
mengikuti program penelitian yang sama. Kami pun bisa lolos, semoga apa yang
kami lakukan bisa bermanfaat bagi kami sendiri, bagi nama baik kampus STAIN
yang kini sudah bermetamorfisis menjadi IAIN Surakarta, bagi dunia pendidikan
dan juga bagi masyrakat pada umunmnya.
Sebenarnya masih banyak cerita dan mengalamanku yang ingin aku ceritakan,
namun karena keterbatasan waktu, biaya dan juga tenaga maka aku cukupkan
kisahku ini sampai di sini. Hehe…
Bismillah
Perlulah
kiranya seorang wanita menyadari kelebihan yang diberikan Allah. Seumpama
manusia diciptakan saling iri dan dengki mana ada seorang yang berfikir lain.
Cara pandang seseorang bagaikan seribu jalan menuju roma, dan jika saja di
resapi hal itu nyata adanya.
Apakah
Allah menginginkan kita hanya untuk mengingatnya di kala kita suci? Apakah
hanya dengan ibadah yang memang telah di berlakukan dalam Al Quran dan hadis?
Subhanallah
bukan kiranya Allah mencintai hal-hal yang indah dan suci. Apakah hanya sebatas
itu seorang wanita maupun seribu wanita mengharapkan bahwa Allah harusnya
membuat mereka suci. Kita sadari memang surga ada ditelapak kaki ibu seorang
wanita yang memiliki anak. Apakah surge seorang yagn belum memiliki anak tidak
ada?
Seorang
wanita mengeluhkan, kenapa dihari-harinya adanya waktu yang menghalangi untuk
beribadah. Haid, menstruasi, itulah hal yang membuat wanita tanpa sadar atau
tidak sering mengeluh. Sakit, repot dan merasa jijik keadaan yang sebenarnya
menyehatkan diri pada wanita jika bisa terjadi secara berkala dan stabil.
Dengan menstruasi maka wanita bisa merasa kembali seperti baru dan akan lebih
baik secara psikis dengan disikapi yang wajar dan sabar tentunya.
Dalam
masa ramadhan ada juga hal-hal yang membuat wanita makin mengeluh jika ia ingin
secara penuh puasa selama bulannya penuh. Akan tetapi pada masa normal wanita
antara 18-40 tahun ia tentunya tidak bisa tidak untuk total berpuasa. Bagian
yang ini sering membuat wanita merasa rugi karena harus mengganti, karena
ditakutnya lupa atau memang karena takut tidak ada waktu untuk mengganti puasa.
Maklumlah pada kesempatan di abad duapuluh hingga sekarang ataupun besuk wanita
memiliki emansipasi keluar rumah bahkan mengembangkan potensi sebagai wanita
karier, kesibukan yang dihadapi tentu membuat kecemasan tersendiri dalam
menghadapi koshor puasa.
Sebenarnya
jika melihat dari sisi lain, sebagai wanita yang tentunya memang bisa untuk
berkarier akan lebih tepat melihat hambatan sebagai peluang. Allah tidak
menutup kemungkinan untuk tidak memberikan pahala kepada orang yang berhalangan
/ haid. Yang Allah inginkan agar orang haid meniadakan ibadah fardu yang
ditetapkan secara sah dalamn Al quran dan hadis. Maka pada saat ini ada suatu
hadis bahwa menyiapkan orang dalam bersaur dan berbuka akan mendapatkan pahala
yang sama. Hal ini harusnya menambah keilklasan seorang wanita muslimah yang
mungkin berkarier bahwa setiap puasa buat saja untuk bisa menyiapkan saur dan
buka puasa, tentunya saat diperbolehkan puasa juga selalu berpuasa. Dan jika
tidak maka bisa mendapat dua kali pahala disaat sang wanita tadinya selalu
mendapatkan pahala saat ramadhan sepertihalnya orang yang penuh berpuasa, dan
disaat menggantikan puasa yang diwajibkan saat ramadhan. Karena puasanya
berhalangan diganti hari lain diapun mendapat pahala puasa seperti layaknya
puasa disaat bulan ramadhan. Sungguh luar biasa perjuagnan seorang wanita.
Pantaslah hal ini menjadikannya mendapat prioritas dari Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar